Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI, Rajiv, menyoroti isu pembabatan kawasan hutan mangrove seluas hampir 3 hektare yang terjadi di Kelurahan Anduonohu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Isu ini muncul setelah dugaan bahwa pembabatan hutan mangrove tersebut dilakukan untuk pembangunan rumah pribadi.

Rajiv menyampaikan keprihatinannya dan menegaskan bahwa jika benar pembabatan ini terjadi, maka hal tersebut tidak bisa diterima. “Mangrove bukan milik siapa pun, itu milik negara dan generasi mendatang,” kata Rajiv, mengutip detikcom pada Kamis (27/11).

Komisi IV DPR RI, lanjut Rajiv, akan segera meminta klarifikasi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan mengenai status kawasan, perizinan, serta apakah benar terdapat aktivitas yang bertentangan dengan regulasi tata ruang dan konservasi pesisir di kawasan tersebut.

“Kami akan meminta penjelasan terkait peta fungsi kawasan dan legalitas pemanfaatannya,” tegas Rajiv.

Menurutnya, masalah yang lebih besar terjadi di level teknis, seperti pengaburan batas kawasan dan penerbitan izin yang tidak berbasis kajian lingkungan yang valid. “Jika ada indikasi perubahan fungsi ruang yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, kami harus turun tangan,” ujarnya, menambahkan bahwa jawaban administratif tidak cukup untuk menjelaskan kondisi di lapangan.

Rajiv mengingatkan bahwa mangrove adalah ekosistem pesisir yang sangat vital, berfungsi sebagai penyangga bencana, penjaga kualitas perairan, dan habitat penting bagi keanekaragaman hayati. Untuk itu, dia meminta pemerintah memberikan perhatian serius terhadap setiap indikasi penyalahgunaan kewenangan terkait pemanfaatan hutan mangrove.

“Jika benar ada pembukaan kawasan mangrove untuk pembangunan rumah pribadi, itu merupakan pelanggaran terhadap amanah publik. Komisi IV DPR akan terus mengawal pemerintah untuk menyelidiki isu ini secara objektif,” ujar Rajiv.

Rajiv juga mendesak aparat penegak hukum, seperti kepolisian dan kejaksaan, serta lembaga pengawasan lingkungan, untuk turun langsung ke lapangan dan melakukan pengecekan secara menyeluruh.

“Penyelidikan yang objektif justru akan melindungi integritas pemerintah daerah jika ternyata dugaan tersebut tidak terbukti. Jangan sampai ada kesan pembiaran,” kata Rajiv, mengingatkan bahwa pejabat yang membuka ruang bagi kerusakan harus ditindak tegas.