Jakarta — Direktorat Jenderal Bea Cukai bersama Direktorat Jenderal Pajak dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyita 87 kontainer berisi produk turunan crude palm oil (CPO) yang diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp28,7 miliar.
Informasi awal terkait dugaan pelanggaran tersebut disampaikan oleh Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara Polri pada periode 20–25 Oktober 2025. Menindaklanjuti laporan itu, Direktur Jenderal Bea Cukai Djaka Budhi Utama mengamankan barang bukti berupa fatty matter.
“Kita telah berhasil melakukan penegahan terhadap 87 kontainer milik PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok. Barang tersebut diberitahukan sebagai fatty matter dengan berat bersih sekitar 1.802 ton atau senilai Rp28,7 miliar,” ujar Djaka dalam konferensi pers di Buffer Area MTI NPCT 1, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (6/11).
Djaka menjelaskan bahwa fatty matter memang tidak dikenakan bea keluar dan tidak termasuk dalam larangan atau pembatasan ekspor (lartas). Namun, hasil pemeriksaan di tiga laboratorium berbeda menunjukkan temuan lain terkait jenis produk tersebut.
Barang yang diberitahukan sebagai fatty matter ternyata merupakan produk campuran nabati yang mengandung turunan CPO, yang seharusnya dikenakan bea keluar dan memenuhi kewajiban ekspor. Temuan ini diperkuat hasil uji laboratorium yang disaksikan langsung oleh Satgassus Polri.
“Tersangka awal adalah PT MMS, dan ada tiga perusahaan lain yang terafiliasi dengan kegiatan ini. Siapa yang menjadi inisiatornya tentu akan dilakukan pendalaman lebih lanjut,” tegas Djaka.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan bahwa kasus dengan komoditas fatty matter tersebut memiliki nilai transaksi mencapai Rp2,08 triliun sepanjang 2025. Ia menegaskan, Polri akan terus mengembangkan penyelidikan kasus ini.
Listyo menambahkan bahwa pihaknya akan menelusuri perusahaan-perusahaan lain yang diduga menggunakan modus serupa. Ia juga menegaskan komitmen Polri untuk menindak tegas setiap pelanggaran yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.
“Harapan Bapak Presiden (Prabowo Subianto) agar pemasukan negara betul-betul optimal dan potensi kebocoran bisa ditekan,” ujar Listyo.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan bahwa pihaknya akan memeriksa 282 wajib pajak yang diduga melakukan ekspor serupa. Ia menyampaikan bahwa rencana tersebut telah dilaporkan kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

