Jakarta — Selebritas Wanda Hamidah dan relawan Muhammad Fatur Rohman membagikan pengalaman mereka saat mencoba menembus blokade Israel di Jalur Gaza, Palestina, bersama rombongan pelayaran Global Sumud Flotilla (GSF).

Wanda dan Fatur menjadi delegasi Indonesia yang ikut dalam armada GSF untuk mendobrak blokade Israel melalui jalur laut. Dalam rombongan itu juga bergabung banyak relawan dari berbagai negara, termasuk aktivis muda asal Swedia, Greta Thunberg.

Kini, Wanda dan Fatur telah kembali ke Indonesia setelah gagal melanjutkan pelayaran karena kendala teknis. Keduanya pun berbagi cerita tentang perjuangan mereka menuju Gaza bersama rombongan GSF.

Wanda mengatakan dirinya berusaha sekuat tenaga untuk bergabung dengan para relawan dan aktivis dalam misi kemanusiaan ke Gaza.

Ia bercerita, awalnya ia tergabung dengan rombongan Indonesia Global Peace Convoy (IGPC) dan mendarat di Tunisia untuk berlayar bersama ratusan relawan internasional.

“Tapi kemudian ternyata IGPC memutuskan untuk mengundurkan diri. Namun saya tidak ingin mengikuti keputusan itu dan berusaha tetap maju walau sendirian,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta Selatan, Sabtu (4/10).

Wanda mengungkapkan kapalnya sempat telantar akibat kendala teknis. Meski begitu, ia tak menyerah dan berusaha mencari kapal lain hingga akhirnya mencapai Italia.

Setibanya di Italia, Wanda bertemu dengan Fatur, relawan Aqsa Working Group (AWG) yang juga tergabung dalam armada GSF. Namun, kapal yang ditumpangi Fatur pun mengalami gangguan teknis, membuat keduanya sama-sama tak bisa melanjutkan pelayaran.

“Qadarullah, Allah menyatukan kami di kapal Nusantara yang berisikan 13 orang dari tujuh kewarganegaraan — di antaranya dari Indonesia, Maroko, Aljazair, Bahrain, Oman, dan Tunisia,” ujar Wanda.

Menurut Wanda, kapal Nusantara merupakan kapal terakhir yang masih berpeluang berlayar menuju Gaza. Namun karena persoalan teknis dan alasan keamanan, kapal itu akhirnya tidak diizinkan melanjutkan perjalanan.

Hari demi hari, Wanda dan Fatur menetap di Sisilia, Italia, untuk menunggu kabar baik. Keduanya tetap bersikeras tidak ingin pulang ke Indonesia karena ingin terus berupaya menembus blokade Gaza.

Selama di Sisilia, Wanda terus memantau pergerakan armada GSF lain yang akhirnya dicegat oleh militer Israel.

“Tapi ternyata tidak ada kapal, namun kami tetap bertahan memantau teman-teman kami yang di-intercept secara ilegal oleh Zionis Israel,” kata Wanda.

Ia menegaskan tindakan pencegatan dan penahanan yang dilakukan Israel terhadap ratusan kru GSF merupakan pelanggaran hukum internasional.

“Tidak boleh ada bantuan kemanusiaan apa pun yang diintersep atau digagalkan. Itu melanggar peraturan,” tegasnya.

Sementara itu, Fatur turut menceritakan pengalamannya menuju Jalur Gaza. Ia mengatakan kapal-kapal GSF sempat “diserang” Israel ketika masih berada di pelabuhan Sidi Bou Said, Tunisia, yang menyebabkan beberapa kapal gagal berlayar.

Akibat insiden tersebut, Fatur sempat tidak mendapatkan kapal dan harus menunggu berhari-hari hingga akhirnya bisa naik ke kapal Kamr pada 20 September. Namun, kapal itu pun mengalami kerusakan di bagian layar dan baling-baling.

“Banyak kendala. Kapal Kamr mengalami kerusakan karena menggunakan sailing boat, sedangkan kapal Mbak Wanda sempat kehilangan bahan bakar dan kemasukan air,” ujarnya.

“Itu semua hanyalah ujian kecil dibandingkan penderitaan saudara-saudara kita di Palestina,” tambah Fatur.

Meski akhirnya gagal berlayar, Fatur bersyukur karena ada gelombang kapal lain yang berhasil menyusul armada GSF yang telah dicegat Israel.

Pada 1–3 Oktober, Israel mencegat dan membajak seluruh kapal GSF serta menahan lebih dari 450 aktivis dan relawan. Namun tak lama kemudian, sembilan kapal baru kembali berlayar melanjutkan misi kemanusiaan, diinisiasi oleh Freedom Flotilla Coalition (FFC).

“Kita berharap, jika Allah mengizinkan, semoga Palestina segera merdeka. Tapi jika belum, kita akan buat gelombang berikutnya yang lebih besar dan kuat untuk menembus blokade,” ujar Fatur.