MUARO JAMBI — Menjelang pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-54 tingkat Provinsi Jambi yang akan digelar di Kabupaten Muaro Jambi, suasana religius yang diharapkan justru terusik oleh kenyataan yang ironis. Di kawasan Bukit Baling, tepatnya di kilometer 27 hingga 29 Kecamatan Sekernan, masih ditemukan warung-warung remang yang diduga kuat menjadi tempat praktik prostitusi terselubung.

Ironisnya, kawasan tersebut tidak jauh dari lokasi utama pelaksanaan MTQ — sebuah agenda Islami tingkat provinsi yang seharusnya merepresentasikan nilai kesucian dan moralitas masyarakat Jambi. Aktivitas mencurigakan di warung-warung itu berlangsung secara terbuka pada malam hari dan menimbulkan keresahan di kalangan warga.

“Kami sudah sering menyampaikan keberatan. Ini jelas mencoreng wajah daerah dan mencederai semangat MTQ. Pemerintah desa dan aparat tampak tak berdaya,” ujar Bahrun, tokoh agama Desa Bukit Baling, Senin (14/10/2025).

Bahrun menilai kondisi ini sebagai bentuk lemahnya penegakan hukum dan ketidaktegasan aparat terhadap praktik prostitusi yang jelas melanggar norma agama serta hukum daerah.

“Ada tiga perda yang seharusnya bisa jadi dasar hukum untuk menutup dan menindak keras aktivitas maksiat ini, tapi semua seperti diabaikan,” lanjutnya.

Tiga Perda Dilanggar, Tapi Tak Ditegakkan

Perda 02/2015: Pemberantasan Pelacuran dan Asusila

Peraturan Daerah Kabupaten Muaro Jambi Nomor 02 Tahun 2015 secara tegas melarang segala bentuk pelacuran. Dalam Pasal 6 disebutkan bahwa setiap orang dan/atau badan dilarang menggunakan tempat tinggal, hotel, pondokan, warung, kantor, tempat hiburan, dan tempat usaha lainnya untuk kegiatan pelacuran. Pelanggarannya dapat dikenakan pidana kurungan hingga enam bulan atau denda maksimal Rp50 juta.

Pasal 13 perda ini juga mewajibkan Bupati menutup tempat yang digunakan untuk pelacuran serta mencabut izin usaha yang terlibat. Penegakan hukum perda ini menjadi tanggung jawab Satpol PP dan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil).