Jakarta — Muhammad Mardiono kembali menjabat sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) setelah Kementerian Hukum dan HAM mengesahkan kepengurusan hasil Muktamar ke-X di Ancol.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan, kubu Mardiono mendaftarkan kepengurusan pada 30 September 2025, sesaat setelah muktamar digelar.

“Setelah mereka mengakses sistem administrasi badan hukum, kemudian kami lakukan penelitian sebagaimana yang telah dilakukan teman-teman di Ditjen AHU. Hasilnya, berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PPP yang masih menggunakan AD/ART Muktamar ke-IX di Makassar, dan itu tidak berubah,” ujar Supratman di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (2/10).

Ia menambahkan, setelah penelitian selesai dan tidak ada perubahan mendasar, dirinya langsung menandatangani Surat Keputusan (SK) pengesahan kepengurusan PPP kubu Mardiono.

“Apakah sudah diambil, saya belum tahu karena saya serahkan kepada teman-teman dan Kementerian Hukum. Yang jelas saya sudah tandatangani (SK) kepengurusan itu,” ucap Supratman.

Dengan pengesahan tersebut, pendaftaran kepengurusan yang diajukan kubu Agus Suparmanto tidak lagi dipertimbangkan.

Menanggapi hal itu, Mardiono menegaskan dirinya akan merangkul semua pihak, termasuk kubu Agus.

Ia tidak menampik adanya perbedaan pendapat dalam Muktamar ke-X PPP. Namun, dengan pengesahan Kemenkumham, ia mengajak seluruh kader untuk kembali bersatu.

“Tentu, tentu. Saya masih menunggu, bukan hanya menunggu tapi mengajak,” kata Mardiono kepada wartawan, Kamis (2/10) malam.

Di sisi lain, kubu Agus menilai SK tersebut cacat hukum.

Ketua Majelis Pertimbangan PPP periode 2020–2025, M Romahurmuziy, menyatakan SK itu tidak memenuhi delapan poin persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 34 Tahun 2017.

“Pengajuan SK kepengurusan Mardiono tidak mendapatkan persyaratan poin 6 Permenkumham 34/2017 yaitu surat keterangan tidak dalam perselisihan internal partai politik dari Mahkamah Partai Politik. Kami sudah memastikan kepada Mahkamah Partai yang dipimpin Irfan Pulungan bahwa mereka tidak menerbitkan surat untuk kepengurusan Mardiono,” ujar Romy dalam keterangan tertulis, Kamis (2/10).

Romy juga menyebut SK tersebut mengabaikan fakta persidangan Muktamar ke-X PPP. Menurutnya, tidak pernah ada aklamasi yang sah untuk Mardiono.

“Yang ada adalah klaim aklamasi oleh Pimpinan Sidang Amir Uskara di tengah hujan interupsi penolakan dari floor, hingga Amir meninggalkan arena sidang. Bahkan ketika pimpinan Sidang Paripurna memanggil Mardiono ke arena, yang bersangkutan tidak hadir meski sudah ditelepon berkali-kali,” ungkap Romy.