Banda Aceh – Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI), Nasruddin Bahar, menilai sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui e-Purchasing atau e-Katalog justru membuka celah baru bagi praktik korupsi dan persekongkolan di kalangan pejabat pengadaan.

Menurut Nasruddin, anggapan bahwa sistem e-Katalog mampu mencegah kecurangan adalah keliru. Mekanisme yang dirancang untuk menciptakan transparansi dan efisiensi itu, kata dia, kerap dimanfaatkan untuk mengatur pemenang proyek.

“Selama ini banyak yang menganggap e-Katalog paling ampuh mencegah persekongkolan, padahal justru sebaliknya. Sistem inilah yang paling mudah dimanfaatkan pejabat pengadaan untuk bermain,” ujar Nasruddin, Rabu (22/10/2025).

Ia mencontohkan, sistem e-Katalog Konstruksi versi 6.0 yang disebut-sebut lebih kompetitif melalui skema mini competition dalam praktiknya sering tidak dijalankan sesuai aturan. Penawaran terendah yang seharusnya menguntungkan negara justru kerap digugurkan, sementara pemenang dipilih karena nilainya mendekati Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

“Kelemahan sistem mini competition ini tidak transparan. Peserta yang digugurkan tidak tahu alasan kekurangannya, dan publik juga tidak bisa melihat hasil evaluasi maupun siapa saja pemenangnya,” kata Nasruddin.

Ia juga menyoroti meningkatnya penggunaan e-Katalog untuk proyek-proyek bernilai besar, termasuk di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dengan nilai mencapai puluhan miliar rupiah. Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum adanya fee bagi pejabat pengadaan dan kelompok kerja (Pokja) dari penyedia jasa yang ingin memenangkan proyek.

Fee itu sulit dibuktikan karena tidak ada yang mau mengaku, kecuali peserta yang kalah. Besarannya bisa mencapai lima persen, tergantung seberapa besar pemotongan dari HPS,” ungkapnya.

Sebagai contoh, Nasruddin menyinggung proyek Preservasi Jalan Banda Aceh–Krueng Raya–Blang Bintang–Kota Banda Aceh Tahap II. Ia menyebut penawaran terendah dari PT Mitra Buana justru digugurkan oleh Pokja dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan menambah persyaratan di luar ketentuan Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor 08/SE/Db/2025.

“Dalam SE itu disebutkan pengalaman kerja yang disyaratkan bersifat umum di bidang konstruksi, bukan hanya pekerjaan jalan. Tapi Pokja menafsirkan lain demi menggugurkan peserta tertentu,” ujarnya.

Nasruddin menegaskan, mekanisme tender konvensional jauh lebih transparan dibanding e-Katalog, karena seluruh nilai penawaran dan hasil evaluasi dapat diakses publik.

“Kalau tender, semua terbuka, nilai penawaran, peserta, hingga hasil evaluasi. Jadi meski tetap ada peluang penyimpangan, ruang pengawasan publik lebih besar dibanding e-Katalog,” pungkasnya. (*)