Jakarta — Kuasa hukum Intan, Jhon Saud Damanik, S.H., mempertanyakan keseriusan Polres Metro Jakarta Timur dalam menangani laporan dugaan malapraktik dokter berinisial SFZ di Deliza Beauty Clinic (DBC) dan Urluxe Clinic by ZA (UCB).
Jhon menegaskan laporan yang terdaftar dengan Nomor: LP/B/2019/VI/2025/SPKT/POLRES METRO JAKARTA TIMUR/POLDA METRO JAYA telah diajukan sejak lebih dari lima bulan lalu, namun hingga kini masih dalam tahap penyelidikan.
“Kami menduga kuat dokter SFZ melakukan tindak pidana, karena tiga kali gagal melakukan operasi hidung terhadap klien kami hingga menyebabkan cacat permanen,” kata Jhon di Jakarta, Jumat (3/10).
Ia juga menyoroti mangkirnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dari pemanggilan penyidik pada 29 September 2025. Menurutnya, keterangan IDI penting untuk menjelaskan prosedur, standar, dan kompetensi dokter dalam menangani operasi wajah.
Jhon menambahkan, berdasarkan data Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), Surat Tanda Registrasi (STR) dokter SFZ dinyatakan tidak aktif sejak 15 Desember 2023. Hal itu otomatis menggugurkan keabsahan Surat Izin Praktik (SIP). “Tenaga medis yang STR-nya tidak aktif tidak berhak melakukan praktik,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan sejumlah pasien lain dari DBC dan UCB mengaku mengalami nasib serupa dengan kliennya.
Sementara itu, kuasa hukum DBC dan UCB, Dr. Erri Supriadi, S.H., M.H., M.M., menyatakan hubungan dokter dan pasien bersifat perjanjian terapeutik. Menurutnya, dokter hanya bertanggung jawab memberikan upaya maksimal berdasarkan kompetensi, sedangkan hasil akhir merupakan kuasa Tuhan.
Namun, Erri menegaskan jika data KKI benar bahwa STR dokter SFZ tidak aktif, maka yang bersangkutan memang tidak boleh melakukan praktik. “Kalau banyak korban, dokternya perlu diberikan penjeraan. Jika tidak memiliki kemampuan memadai, jangan melakukan operasi wajah,” ujarnya.
Kasus dugaan malapraktik ini masih menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut dari Polres Metro Jakarta Timur. (*)