Jambi – Dugaan keterlibatan Sapri, Kepala Desa Sekancing, Kabupaten Merangin, dalam aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) kembali menjadi sorotan. Meski laporan resmi telah disampaikan ke Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polda Jambi, hingga kini belum ada kejelasan terkait proses hukum atas kasus tersebut.

Menurut masyarakat setempat, aktivitas penambangan ilegal masih berlangsung dengan intensitas tinggi. Kepala Desa Sekancing diduga menambah alat berat untuk memperluas area tambang ilegalnya. Keberadaan alat berat dan aktivitas penambangan yang dilakukan terbuka ini memicu kekhawatiran serius dari warga.

Lebih miris, Sapri diduga mengaku telah melakukan “setoran” kepada oknum aparat penegak hukum di Polda Jambi agar aktivitasnya tetap aman. “Saya sudah setor, jadi aman. Tak bakal ada yang ganggu,” ujarnya, menurut warga yang enggan disebut identitasnya. Pernyataan tersebut memicu kecaman publik dan memperkuat dugaan adanya pembiaran oleh aparat terhadap PETI.

Menanggapi laporan ini, Kapolda Jambi, Irjen Pol. Krisno H. Siregar, menyatakan kesiapannya menindak lanjuti segala bentuk laporan PETI, termasuk dugaan keterlibatan kades. “Kalau ada info oknum Kades terlibat PETI, mohon infokan ke saya, akan kami tindaklanjuti,” katanya.

Kapolda juga menanggapi serius tuduhan setoran yang disampaikan Sapri. “Siapa yang terima laporannya? Setoran ke siapa? Kami akan dalami. Jika bukti cukup, pasti kami tindak. Oknum anggota yang terlibat tidak akan kami lindungi,” tegas Irjen Krisno.

Namun, tuduhan tersebut juga berpotensi mencoreng nama baik institusi Polri jika tidak terbukti, mengingat institusi sedang berupaya memperkuat integritas dan kepercayaan publik. Hingga kini, aktivitas tambang ilegal di Sekancing masih berlangsung dengan skala yang makin besar.

Masyarakat berharap aparat bertindak tegas dan transparan, demi menjaga kepercayaan publik sekaligus melindungi kelestarian lingkungan.Jika tidak ada tindakan serius dari pemerintah dan penegak hukum, praktik PETI diprediksi akan terus berkembang, menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum di daerah. (*)