Jambi, 24 September 2025 — Kinerja aparat kepolisian kembali dipertanyakan. Penanganan laporan dugaan tindak pidana yang menyeret nama Budiharjo cs hingga kini tak kunjung menemui titik terang. Pendi, yang menjadi pelapor dalam kasus tersebut, akhirnya melayangkan surat resmi tanggal 20 September 2025 kepada Kapolresta Jambi untuk meminta kejelasan perkembangan perkara.
Surat tersebut menjadi bentuk kekecewaan Pendi terhadap lambannya penanganan laporan polisi yang dibuat sejak 11 Desember 2024 dengan nomor LP/B/804/XII/2024/SPKT/Polresta Jambi/Polda Jambi. Ia menilai, hingga saat ini tidak ada kepastian hukum yang ia terima, selain SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) bernomor SP2HP/1449/VIII/RES.1.10/2025/Reskrim tertanggal 12 Agustus 2025.
Dalam surat yang dilayangkan, Pendi menegaskan bahwa sebagai pelapor ia telah memenuhi kewajiban hukum: memberikan keterangan, menghadirkan saksi-saksi, dan menyerahkan dokumen pendukung yang sah. Namun, ia merasa haknya diabaikan ketika penyidik Unit Pidana Umum Satreskrim Polresta Jambi tidak menunjukkan langkah nyata menuntaskan penyidikan.
“Sebagai pelapor saya berhak atas kepastian hukum. Penanganan yang lamban justru memberi kesan bahwa terlapor kebal hukum,” tegasnya.
Ia menilai, lambannya aparat bukan hanya merugikan dirinya sebagai pencari keadilan, tetapi juga mencederai rasa percaya masyarakat terhadap institusi penegak hukum. Menurutnya, kelambanan semacam ini berpotensi melecehkan hak-hak pelapor sekaligus memberikan ruang manuver bagi pihak terlapor.
Pendi juga mendesak agar berkas perkara segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jambi. Ia menilai proses yang berlarut-larut akan menimbulkan kesan adanya perlakuan istimewa terhadap Budiharjo cs.
“Jika kasus ini terus dibiarkan berlarut, publik pasti bertanya-tanya: apakah hukum benar-benar ditegakkan? Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas,” kata Pendi.
Pernyataan ini menambah sorotan tajam terhadap wibawa aparat, apalagi kasus Budiharjo cs sebelumnya juga telah menyedot perhatian publik.
Surat pelapor kepada Kapolresta Jambi merupakan alarm serius bagi aparat. Pasalnya, kepolisian memiliki kewajiban hukum untuk menyampaikan perkembangan penyidikan secara berkala kepada pelapor. Jika hal ini diabaikan, maka tidak hanya hak pelapor yang terlanggar, tetapi juga kredibilitas Polresta Jambi yang dipertaruhkan.
Di sisi lain, kasus ini juga menyingkap problem klasik penegakan hukum di daerah: penanganan perkara yang lamban, terkesan pilih kasih, dan membuka ruang spekulasi adanya “perlindungan” terhadap pihak tertentu.
Apakah hukum di Jambi masih bisa dipercaya sebagai pelindung rakyat atau telah berubah menjadi alat yang tunduk pada kepentingan tertentu? Publik menunggu, apakah Polresta Jambi berani menuntaskan kasus demi menegakkan wibawa hukum, atau justru membiarkan rasa keadilan masyarakat terkubur oleh permainan waktu. (*)