Jakarta — Pemerintah resmi menetapkan larangan terbatas (lartas) impor etanol dan singkong, sehingga pembelian dari luar negeri hanya diperbolehkan bila kebutuhan nasional tidak mencukupi.

Kebijakan ini diterbitkan melalui dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang ditandatangani oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso pada Jumat (19/9), sebagai tindak lanjut arahan Presiden Prabowo Subianto.

“Penerbitan kedua Permendag ini dilakukan sesuai arahan Bapak Presiden. Tujuannya untuk menjaga kebutuhan industri, melindungi petani dalam negeri, sekaligus menjamin kepastian pasokan bahan baku strategis nasional,” ujar Budi dalam keterangan resmi.

Aturan Baru Impor Singkong dan Etanol

Kebijakan tersebut tertuang dalam dua regulasi, yaitu:

  • Permendag 31 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Permendag 18 Tahun 2025 mengenai Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan, yang mengatur impor ubi kayu (singkong) dan produk turunannya, termasuk tepung tapioka.

  • Permendag 32 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Permendag 20 Tahun 2025 mengenai Kebijakan dan Pengaturan Impor Bahan Kimia, Bahan Berbahaya, dan Bahan Tambang, yang kini mengatur ketat impor etanol.

Permendag 31/2025 menetapkan bahwa impor singkong dan produk turunannya hanya bisa dilakukan melalui Persetujuan Impor (PI) oleh importir pemegang API-P (Angka Pengenal Importir Produsen), dengan syarat rekomendasi teknis dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) atau berdasarkan Neraca Komoditas (NK).

Sementara itu, Permendag 32/2025 mewajibkan impor etanol melalui mekanisme PI, setelah sebelumnya bebas tanpa persyaratan. Langkah ini bertujuan menjaga harga molase (tetes tebu) sebagai bahan baku etanol agar tetap stabil, sekaligus memberi kepastian bagi petani tebu dan industri gula.

“Etanol sangat penting bagi industri, tetapi pasokan bahan bakunya harus dipastikan tidak merugikan petani tebu lokal,” jelas Budi.

Dampak bagi Industri dan Petani

Selain melindungi petani, aturan baru ini juga membuka ruang distribusi bahan berbahaya (B2) bagi sektor farmasi, obat tradisional, kosmetik, hingga pangan olahan. Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2), khususnya BUMN pemegang API-U, dapat menyalurkan bahan tersebut dengan rekomendasi BPOM.

Langkah pemerintah ini muncul setelah gelombang protes dari petani tebu terhadap Permendag 16 Tahun 2025, yang sebelumnya melonggarkan impor etanol dan tetes tebu tanpa kuota maupun rekomendasi teknis.

Ketua Umum APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia) Fatchuddin Rosyidi mengungkap harga tetes tebu anjlok dari Rp2.000 per kilogram (kg) menjadi Rp900 per kg. Sementara Sekjen APTRI M. Nur Khabsyin menambahkan, tangki penyimpanan di beberapa pabrik gula hampir penuh karena stok tak terserap industri.

“Kalau tidak direvisi atau tidak kembali ke Permendag yang sebelumnya, petani tebu tetap akan melakukan unjuk rasa di Kementerian Perdagangan,” kata Nur.

Kondisi serupa dialami petani singkong. Di Lampung, harga singkong jatuh ke kisaran Rp600–700 per kg, lebih rendah dari biaya produksi sekitar Rp740 per kg. Padahal singkong merupakan bahan utama tepung tapioka yang pasarnya kini banyak dipenuhi impor.