Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief (HL), selama lebih dari 10 jam pada Senin (8/10).

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan pemeriksaan panjang dilakukan karena proses penyelenggaraan ibadah haji berlangsung di Ditjen PHU Kemenag.

“Kenapa sampai kami memanggil berulang-ulang, kemudian juga memanggil dan memeriksa begitu lama ya, Dirjen HL ini? Karena memang di situlah (Ditjen PHU Kemenag) proses dari haji ini juga berlangsung,” jelas Asep, Selasa (9/9), dikutip dari Antara.

Menurut Asep, penyidik KPK mendalami pengaturan kuota serta teknis penyelenggaraan ibadah haji. Hilman Latief diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan haji di Kemenag tahun 2023–2024.

“Kami sedang mengecek, apakah pengaturan terbitnya SK (Surat Keputusan Menteri Agama) ini usulan dari bawah (bottom up), dari pihak travel agent yang mengusulkan 50 persen–50 persen dengan tawaran tertentu, atau memang ada top down dari atasan,” ujarnya.

Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji

KPK mulai melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji sejak 9 Agustus 2025, setelah sebelumnya meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.

KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara. Hasil penghitungan awal pada 11 Agustus 2025 menyebut kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun.

Selain itu, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, salah satunya Yaqut Cholil Qoumas.

Sorotan DPR Lewat Pansus Angket Haji

Kasus ini juga mendapat perhatian dari Pansus Angket Haji DPR RI, yang menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024.

Salah satu sorotan utama adalah pembagian kuota tambahan 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi yang dibagi 50:50 untuk haji reguler (10.000) dan haji khusus (10.000).

Pembagian tersebut dinilai menyalahi Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus hanya 8 persen, sedangkan haji reguler 92 persen.