Jambi – Isu kenaikan tunjangan DPR di Indonesia tahun 2025 yang dilatarbelakangi oleh pengalihan fasilitas rumah dinas anggota DPR menjadi tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan, yang jauh lebih tinggi dibanding rata-rata upah buruh yang sekitar Rp 3,09 juta per bulan. Tunjangan tersebut juga dilengkapi dengan tunjangan komunikasi, jabatan, serta bantuan listrik dan telepon yang menambah besaran pendapatan anggota DPR. Isu ini muncul di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang melemah dengan tingkat pengangguran tinggi, pertumbuhan ekonomi melambat, dan daya beli rendah, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial-ekonomi yang mencolok.

Kebijakan kenaikan tunjangan ini memicu protes luas dari masyarakat yang melihatnya sebagai ketidakadilan dan ketidaksensitifan elit politik terhadap kesulitan ekonomi rakyat. Demonstrasi besar terjadi pada 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR RI, melibatkan berbagai kalangan masyarakat termasuk mahasiswa, pengemudi ojek online, dan pedagang, yang menuntut transparansi, evaluasi besaran tunjangan, dan peningkatan kinerja DPR. Kontroversi ini juga diperparah oleh beberapa pernyataan anggota DPR yang dianggap tidak peka dan menimbulkan kemarahan publik. Meski pimpinan DPR kemudian memangkas tunjangan dan mengumumkan moratorium kunjungan luar negeri, pendapatan anggota DPR tetap jauh lebih tinggi dari upah minimum, sehingga masalah legitimasi politik dan kepercayaan publik masih menjadi isu utama.

Secara komunikasi juga , isu ini menunjukkan kegagalan komunikasi pemerintah dalam menyampaikan alasan kenaikan tunjangan, baik dari timing, transparansi, maupun empati, sehingga memicu ruang spekulasi dan kecurigaan di masyarakat. Protes ini bukan hanya soal angka, tetapi simbol ketidakadilan struktural dan kebutuhan untuk reformasi sistem remunerasi anggota DPR sesuai kondisi ekonomi nasional dan kinerja yang nyata.

Maka,solusi yang harus dilakukan terkait dengan isu kenaikan tunjangan DPR diarahkan pada penataan ulang tunjangan, transparansi, pengetatan fasilitas, dan peningkatan akuntabilitas kinerja DPR agar kepercayaan publik kembali terbangun dan ketegangan sosial mereda.

Dan Pemerintah juga harus memperhatikan bagaimana kondisi perekonomian dan keadaan masyarakat.