Bahasa Populer dan Persepsi
Fenomena adulting juga dipengaruhi budaya populer. Menurut Arnold, istilah ini lebih merupakan produk tren budaya ketimbang konsep psikologi perkembangan.
“Gen Z hanya lebih ekspresif dalam mengeluhkan tanggung jawab hidup. Milenial juga mengalami beban serupa di usia 20-an, tetapi mereka belum punya istilah gaul seperti ‘adulting’ untuk menamainya,” jelasnya.
Artinya, perasaan “cepat tua” bisa jadi ilusi media sosial. Semakin sering seseorang melihat konten “adulting is hard,” semakin kuat pula internalisasi bahwa dirinya sudah dewasa atau bahkan tua.
Fenomena yang Berulang di Tiap Generasi
Arnold menegaskan, pengalaman Gen Z sejatinya bukan hal baru. Pada awal 2000-an, Milenial juga menghadapi quarter-life crisis ketika mulai masuk dunia kerja dan memikul tanggung jawab. Bedanya, saat itu belum ada media sosial sebagai ruang ekspresi masif.
“Milenial yang kini berusia 30–40 tahun mungkin melihat masa 20-an mereka penuh kebebasan. Padahal riset waktu itu juga mencatat keresahan yang sama. Fenomena ini berulang di setiap generasi muda saat memasuki transisi kedewasaan,” pungkasnya.
Dengan demikian, Gen Z bukan benar-benar lebih cepat tua, melainkan lebih terlihat karena memiliki bahasa, media, dan ruang publik untuk membicarakannya.