Jakarta – Di usia yang seharusnya penuh eksplorasi, banyak Gen Z justru sudah akrab dengan istilah adulting. Percakapan tentang cicilan, burnout kerja, hingga rasa “tua” di usia 20-an marak di media sosial.
Tak sedikit yang merasa masa muda kini lebih singkat, seolah transisi menuju dunia orang dewasa datang lebih cepat dibanding generasi sebelumnya. Fenomena ini pun menimbulkan kesan bahwa Gen Z lebih dewasa dari usianya.
Namun menurut para ahli, kondisi ini bukanlah hal baru. Generasi sebelumnya juga menghadapi fase penuh kebingungan serupa, hanya saja cara mengekspresikannya berbeda.
Faktor Teknologi dan Paparan Informasi
Psikolog Tabula Rasa, Arnold Lukito, menjelaskan ada beberapa faktor yang membuat Gen Z terlihat lebih cepat matang. Salah satunya adalah tumbuh dalam era teknologi dengan derasnya arus informasi.
“Remaja sekarang cenderung lebih cepat merasa ‘dewasa’ karena melihat, membandingkan, dan meniru gaya hidup orang dewasa secara terus-menerus. Proses ini dikenal sebagai observational learning,” ujar Arnold, Senin (15/9).
Riset juga menunjukkan paparan konten “dewasa” di media sosial berhubungan dengan tingkat kematangan yang dirasakan lebih tinggi.
Faktor Otak dan Neurokognitif
Secara biologis, otak manusia—khususnya prefrontal cortex yang berperan dalam perencanaan dan kontrol—baru matang penuh di usia sekitar 25 tahun. Meski begitu, stimulasi kognitif yang dialami Gen Z jauh lebih intens dibanding generasi sebelumnya, sehingga mereka tampak lebih cepat matang, walau secara neurologis prosesnya tetap sama.