Jakarta – Sejumlah lembaga penelitian memberikan masukan bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terkait tantangan ekonomi Indonesia. Rekomendasi datang dari Center of Economic and Law Studies (Celios) serta Monash Data & Democracy Research Hub, yang menyoroti ketimpangan, anggaran negara, hingga polarisasi sosial-ekonomi.
Sorotan Celios: Ketimpangan hingga PHK
Dalam laporan bertajuk Shrinking Middle Class, Pajak, Utang, dan Jalan Keluarnya, Celios menilai pemerintah perlu segera membenahi ketimpangan ekonomi.
Mereka mencatat total kekayaan 50 orang terkaya Indonesia meningkat lebih dari dua kali lipat dalam enam tahun terakhir, mencapai Rp4.857 triliun.
Selain itu, harta kekayaan pejabat publik Kabinet Merah Putih juga naik signifikan. Pada 2024, kekayaan Prabowo dan jajaran kabinetnya tercatat Rp21,32 triliun, naik dari Rp19,57 triliun pada 2023.
“Peningkatan ini berarti ada tambahan sekitar Rp1,75 triliun atau hampir 9 persen dalam satu tahun,” tulis Celios.
Celios juga menyoroti tingginya PHK. Data BPS menunjukkan 42.385 pekerja terdampak PHK sepanjang Januari–Juni 2025.
“Ekonomi yang sekarat membuat PHK semakin tinggi dan pekerja beralih ke sektor informal,” kata Celios.
Masalah Anggaran: Pertahanan Naik, Perlindungan Sosial Stagnan
Menurut Celios, alokasi anggaran negara dianggap tidak seimbang.
-
Pertahanan naik 165 persen dalam periode APBN 2021–2026.
-
Ketertiban dan keamanan naik 52,4 persen.
-
Namun, perlindungan sosial hanya naik 2,5 persen.
-
Sementara fungsi lingkungan hidup, perumahan, kesehatan, dan pariwisata justru tumbuh negatif.
Monash: Demonstrasi Akhir Agustus Bukan Anomali
Monash Data & Democracy Research Hub menilai krisis sosial-ekonomi menjadi pemicu utama demonstrasi besar di Indonesia pada Agustus 2025.
“Protes Agustus 2025 bukanlah anomali. Ia bukan digerakkan aktor eksternal, melainkan refleksi akumulasi frustrasi rakyat yang tumbuh setidaknya dua tahun terakhir,” tulis Monash.
Sejak September 2023, Monash mengidentifikasi dua sumbu polarisasi: