“Dulu, biaya bensin sekitar Rp70 ribu-Rp100 ribu per minggu karena menggunakan Pertamax. Sekarang, hanya keluar Rp50 ribu dengan sering menggunakan bus Transjakarta,” ujarnya.

Kisah serupa dialami Sakti Darma (25), seorang pegawai dengan gaji di atas upah minimum provinsi (UMP). Ia mulai merasakan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kenaikan harga kebutuhan.

Untuk mengatasi situasi ini, Sakti mengatur pengeluaran, termasuk mengurangi frekuensi makan. Sebagai anak kos, ia biasanya menghabiskan hingga Rp50 ribu per hari untuk makan dari luar.

“Sekarang, saya hanya makan dua kali sehari, menggabungkan sarapan dengan makan siang,” katanya, sambil menambahkan bahwa dia juga menghentikan langganan berbagai layanan hiburan.

Sakti yang saat ini bertanggung jawab sebagai generasi sandwich, terpaksa merelakan beberapa aplikasi hiburan, termasuk Spotify dan layanan streaming lainnya.

“Dulu saya berlangganan Spotify untuk musik, Youtube Premium untuk kerja, dan Vidio untuk menonton pertandingan bola. Sekarang, satu-satunya hiburan yang tersisa hanyalah Youtube Premium seharga Rp77 ribu per bulan,” ujarnya. “Saya harus memangkas pengeluaran di berbagai pos, harus sangat hemat,” tambah Sakti.

Baca Juga:error code: 524

Nitha (33), seorang manajer di SCBD, Jakarta Selatan, juga mengalami tekanan finansial. Meski penghasilannya termasuk dalam kategori tinggi, ia memilih untuk mengurangi beberapa pengeluaran dalam beberapa bulan terakhir.

Nitha mulai memasak di rumah dan membawa bekal ke kantor. Dalam hal skincare, dia beralih dari brand internasional ke produk lokal untuk menghemat hingga Rp3 juta per bulan. Ia juga memutuskan untuk membuat kopi sendiri daripada membeli di kafe.