Jakarta — Qatar menyatakan bahwa Israel tidak menunjukkan niat untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dalam upaya mengakhiri agresi yang sedang berlangsung di Jalur Gaza Palestina.

Kementerian Luar Negeri Qatar mengungkapkan bahwa Israel “tidak bersedia untuk berkomunikasi” terkait proposal gencatan senjata yang telah disampaikan kepada Hamas awal bulan lalu.

“Kami terus melakukan dialog dengan semua pihak agar tercapai kesepakatan gencatan senjata, tetapi hingga saat ini belum ada respons resmi dari Israel, baik itu penerimaan atau penolakan, maupun saran alternatif,” jelas juru bicara Kemlu Qatar, Majed Al Ansari, pada Selasa (26/8), seperti dilansir dari Middle East Eye.

Ia juga menambahkan, “Kami tidak menganggap serius pernyataan media dari pihak Israel dan masih menunggu tanggapan resmi terkait proposal tersebut.”

Pernyataan ini dikeluarkan setelah Hamas memberitahukan Mesir dan Qatar pada 18 Agustus bahwa mereka telah menerima proposal gencatan senjata dan bersedia melanjutkan perundingan terkait Gaza.

Kelompok Hamas telah menyetujui proposal yang diajukan oleh Mesir dan Qatar sebagai mediator untuk gencatan senjata di Jalur Gaza.

Pejabat senior Hamas, Bassem Naim, melalui unggahan di Facebook, menyampaikan bahwa mereka telah memberikan tanggapan kepada Mesir dan Qatar.

“Kami berharap kepada Tuhan agar konflik ini segera berakhir,” tuturnya pada Rabu (20/8), mengutip AFP.

Proposal gencatan senjata yang diajukan mencakup penghentian konflik selama 60 hari.

Dalam periode tersebut, Hamas dan Israel diharuskan melakukan pertukaran tawanan. Beberapa warga Palestina yang saat ini dipenjara di Israel akan dibebaskan sebagai imbalan atas pembebasan setengah dari tawanan Hamas yang masih ada di Jalur Gaza.

Saat ini, sebanyak 49 warga Israel masih ditahan di Gaza, termasuk 27 orang yang diyakini telah meninggal dunia.

Sumber dari kelompok milisi Jihad Islam juga menyatakan bahwa tawanan yang tersisa di Gaza akan dibebaskan dalam fase selanjutnya.

Agresi Israel di Jalur Gaza telah menyebabkan lebih dari 62 ribu warga Palestina, mayoritas anak-anak dan perempuan, kehilangan nyawa.

(rds)