Jakarta — Menteri Luar Negeri Belanda, Caspar Veldkamp, telah mengumumkan pengunduran dirinya setelah serangkaian rapat kabinet pemerintah gagal mencapai kesepakatan mengenai sanksi terhadap Israel.

Pernyataan tersebut disampaikan pada Jumat (22/8) setelah debat kabinet, di mana Veldkamp mengungkapkan bahwa pemerintah Belanda masih terhambat dalam merumuskan langkah-langkah untuk meningkatkan tekanan terhadap Israel.

Keputusan untuk mundur diambil karena Veldkamp merasa telah dibatasi dalam menjalankan tugasnya sebagai menteri luar negeri.

“Saya merasa terbatasi dalam menentukan arah yang saya pandang penting sebagai menteri luar negeri,” ungkap Veldkamp, sebagaimana dilansir dari AFP.

Mengenal Caspar Veldkamp

Caspar Veldkamp adalah seorang politikus dan diplomat dari Belanda yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri sejak 2 Juli 2024 hingga 22 Agustus 2025. Sebelumnya, ia merupakan anggota parlemen untuk Partai New Social Contract (NSC) dari 2023 hingga Juli 2024.

Sesuai informasi dari situs resmi NSC, Veldkamp menempuh pendidikan diplomatik setelah menyelesaikan dinas militernya di Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Karier diplomatiknya meningkat pesat setelah menjabat di berbagai posisi penting di Kedutaan Besar Belanda, hingga akhirnya memimpin Kementerian Luar Negeri.

Pada tahun 2011, ia diangkat sebagai Duta Besar Belanda untuk Israel, dan empat tahun kemudian, menjadi Duta Besar Belanda untuk Yunani di tengah krisis euro dan migrasi. Ketika pandemi Covid-19 melanda, Veldkamp juga pernah menjabat sebagai kuasa usaha di Brussel, sebelum memutuskan untuk bergabung dengan Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (EBRD) di London pada September 2020.

Veldkamp memasuki dunia politik pada November 2023 sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk Partai NSC, di mana ia bertanggung jawab atas urusan luar negeri serta isu-isu suaka dan migrasi. Ia kemudian diangkat menjadi Menteri Luar Negeri Belanda pada Juli 2024. Namun, kariernya di kabinet tersebut terpengaruh oleh berbagai isu global dan konflik internal, yang akhirnya membawanya pada keputusan untuk mundur.

Tekanan terhadap Veldkamp semakin meningkat dari masyarakat Belanda yang meng kritik agresi Israel di Jalur Gaza, yang membuat banyak aktivis kecewa karena pemerintah Belanda dianggap tidak mengambil tindakan yang cukup untuk mengatasi krisis di wilayah tersebut.

Protes besar-besaran pun terjadi di Den Haag, dengan lebih dari 150 ribu orang ikut serta. Mereka menuntut sanksi terhadap Israel dan akses bantuan kemanusiaan bagi warga sipil di Gaza.

Menurut CNN, setelah pengunduran diri Veldkamp, beberapa anggota kabinet dari Partai NSC juga mengikuti langkahnya, yang mengakibatkan ketidakstabilan lebih lanjut dalam pemerintahan Belanda.

“Kami sudah muak dengan ini,” tegas pemimpin NSC, Eddy Van Hijum, mengenai situasi yang sedang berlangsung.

Pemerintahan Belanda mengalami tekanan sejak Juni, ketika anggota parlemen anti-Islam Geert Wilders menarik diri dari koalisi empat partai akibat perdebatan mengenai imigrasi.

Belanda termasuk dalam daftar 21 negara yang menandatangani deklarasi bersama untuk mengecam persetujuan Israel terhadap proyek permukiman besar di Tepi Barat. Dalam dokumen tersebut, ditegaskan bahwa tindakan Israel dianggap tidak dapat diterima dan melanggar hukum internasional. Veldkamp juga pernah mengusulkan larangan impor dari permukiman Israel di wilayah Palestina sebagai respons terhadap rencana peningkatan militer yang dilakukan oleh Israel.