Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Lisa Mariana sebagai saksi untuk mengonfirmasi dugaan aliran dana dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB).

Lisa dijadwalkan menjalani pemeriksaan penyidik KPK pada Jumat (22/8).

“Tentu pemanggilan yang bersangkutan pada hari Jumat sangat dibutuhkan. Informasi yang nanti disampaikan saksi tentu akan sangat membantu penyidik untuk mengungkap dan menuntaskan perkara ini,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Jakarta, Rabu (20/8) malam.

Budi belum bisa memastikan apakah ada aliran uang dari mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil kepada Lisa Mariana. Ia hanya menyebut penyidik masih mendalami peruntukan dana non-bujeter Bank BJB.

“KPK juga terus mendalami dugaan aliran dana yang dikelola di non-bujeter Corsec BJB: ini untuk apa saja, untuk siapa saja. Artinya, KPK sedang melakukan follow the money (penelusuran aliran dana),” jelas Budi.

Menurutnya, KPK menelusuri perkara ini secara menyeluruh.
“Kita tidak hanya menetapkan pihak-pihak yang bertanggung jawab sebagai tersangka, tapi juga concern terhadap upaya pemulihan kerugian keuangan negara secara optimal,” tegasnya.

5 Tersangka Kasus Korupsi Iklan BJB

Hingga kini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB, meski belum ada penahanan.

Untuk mencegah mereka bepergian ke luar negeri, KPK sudah menyurati Direktorat Jenderal Imigrasi.

Kelima tersangka itu adalah:

  • Yuddy Renaldi, mantan Direktur Utama Bank BJB

  • Widi Hartoto, Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB

  • Kin Asikin Dulmanan, pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri

  • Suhendrik, pengendali agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE)

  • Raden Sophan Jaya Kusuma, pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB)

KPK menduga terjadi perbuatan melawan hukum dalam pengadaan penempatan iklan ke sejumlah media massa yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp222 miliar.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).