Jakarta — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengungkap adanya praktik suap antara pengacara dan hakim, dengan komitmen senilai US$2,5 juta atau sekitar Rp40 miliar, demi menjatuhkan vonis lepas bagi tiga perusahaan besar dalam kasus korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada periode Januari–April 2022.

Jaksa menyebut, mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, didakwa menerima suap dalam jumlah fantastis tersebut. Dugaan penerimaan uang ini dilakukan bersama tiga hakim lainnya, yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom, yang kini menjalani proses hukum terpisah.

Ketiga hakim itu diketahui yang memutus perkara korporasi PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group dengan putusan onslag van alle recht vervolging atau vonis lepas. Kasus ini juga menyeret mantan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

Awal Kasus

Perkara bermula dari penyidikan Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO pada Juni 2023. Penyelidikan ini dikuatkan melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-25/F.2/Fd.2/06/2023 tanggal 16 Juni 2023, dan Print-80a/F.2/Fd.2/08/2023 tanggal 7 Agustus 2023, dengan menetapkan tiga korporasi besar sebagai tersangka.

Jaksa membeberkan adanya pertemuan di sebuah vila di Sentul, Jawa Barat, pada Juni–Juli 2023. Pertemuan itu dihadiri oleh tim AALF (Ariyanto & Arnaldo Araujo JR Soares Law Firm) Legal & Tax Consultants serta LKBH Mitra Justitia. Beberapa nama yang hadir yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, Andi Ahmad Nur Darwin, dan Brian Manuel. Mereka diduga membahas rekomendasi Ombudsman sebagai dasar penyusunan strategi hukum dalam perkara CPO.

Ketiga korporasi kemudian memberikan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada kedua firma hukum tersebut untuk menangani gugatan Tata Usaha Negara (TUN), perdata, dan pidana.