Muaro Jambi – Penyelidikan dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Jasa Pelayanan (Jaspel) BLUD di Kabupaten Muaro Jambi kian mengemuka. Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Muaro Jambi mendalami pola dugaan pemotongan dana kesehatan masyarakat yang nilainya hampir menyentuh Rp50 miliar dalam tiga tahun terakhir.
Informasi internal menyebut, sekitar 35 persen dari setiap pencairan dana diduga dipotong secara terstruktur. Jika benar, negara berpotensi dirugikan hingga Rp17,66 miliar hanya dalam periode 2022–2024.
Jejak Pemotongan dan Pemeriksaan Pejabat
Sejumlah kepala puskesmas serta bendahara telah dipanggil secara bergilir untuk dimintai keterangan. Bahkan, dua pejabat struktural di Dinas Kesehatan Muaro Jambi juga ikut diperiksa, menandakan lingkaran penyelidikan semakin luas hingga level kabupaten.
Kasi Intel Kejari Muaro Jambi, Angger, membenarkan adanya pemeriksaan intensif.
“Tim penyelidik sedang melakukan permintaan keterangan terhadap pihak-pihak yang terkait. Belum bisa kami sampaikan lebih jauh karena proses masih berjalan,” ujarnya, Kamis (21/08/2025).
Kasus ini juga terkait laporan dari Puskesmas Kebon IX, Kecamatan Sungai Gelam, di mana Kepala Puskesmas dilaporkan bawahannya sendiri atas dugaan pemotongan dana BOK dan TPP tahun anggaran 2022–2023.
Rincian Dugaan Potongan Dana
Tahun | Dana BOK + Jaspel BLUD | Estimasi 35% Potongan |
---|---|---|
2022 | Rp11,6 miliar | ± Rp4,06 miliar |
2023 | Rp20,7 miliar | ± Rp7,25 miliar |
2024 | Rp18,15 miliar | ± Rp6,35 miliar |
Total | Rp49,85 miliar | ± Rp17,66 miliar |
Konteks Historis: Bukan Kasus Pertama
Praktik dugaan “pemotongan dana BOK” bukan hal baru di Indonesia. Kasus serupa pernah terungkap di beberapa daerah lain, di mana dana operasional Puskesmas disunat untuk alasan koordinasi atau setoran. Pola umumnya: dana dipotong secara informal melalui bendahara, tanpa dokumen resmi, dan disamarkan sebagai biaya administrasi.
Hal serupa kini diduga terjadi di Muaro Jambi, dengan pola yang sistematis dan melibatkan jaringan antar-Puskesmas.
Dampak ke Masyarakat
Jika dugaan pemotongan ini benar, dampaknya langsung dirasakan masyarakat:
-
Layanan kesehatan terbatas → potongan anggaran membuat beberapa Puskesmas tidak bisa optimal membeli obat dan alat medis.
-
Beban tenaga kesehatan → honor tenaga kesehatan (TPP/Jaspel) berkurang, menimbulkan keresahan di lapangan.
-
Kepercayaan publik menurun → masyarakat mulai meragukan transparansi pengelolaan dana kesehatan, padahal BOK seharusnya menjadi penopang layanan dasar.
Sejumlah staf Puskesmas menyebut pemotongan dana membuat alokasi operasional sering “tidak cukup” untuk kebutuhan harian.
Perspektif Hukum
Jika terbukti, kasus ini berpotensi dijerat dengan:
-
UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal penyalahgunaan wewenang dan kerugian keuangan negara.
-
UU Keuangan Negara No. 17 Tahun 2003, karena dana BOK adalah anggaran negara yang wajib dikelola transparan.
Hukuman dapat berupa pidana penjara maksimal 20 tahun serta denda miliaran rupiah.
Suara Publik & Desakan Audit
Kasus ini mendapat perhatian besar dari masyarakat sipil. Masyarakat Peduli Rakyat Jambi (MPRJ) bahkan melakukan aksi unjuk rasa dan melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Jambi pada Mei 2025. Mereka mendesak audit menyeluruh terhadap alur penyaluran dana BOK.
Selain itu, LSM Gema Plus juga turun ke jalan, menuding ada pungutan liar terstruktur yang melibatkan 22 Puskesmas di Muaro Jambi. Mereka bahkan meminta kasus ini diusut hingga ke Mabes Polri jika diperlukan.
Arah Penyelidikan: Menunggu Tersangka
Meski sudah banyak pihak diperiksa, hingga kini Kejaksaan Negeri Muaro Jambi belum menetapkan tersangka. Namun publik menanti langkah tegas: apakah penyidikan akan berhenti di level bawah, atau justru menyeret nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana kesehatan masyarakat.