Jakarta — Dalam 24 jam terakhir, berita mengenai pengusiran duta besar Iran oleh Australia dan serbuan pekerja asal Bangladesh di Malaysia menarik perhatian publik. Berikut adalah beberapa berita terpopuler dari kanal internasional :
Pemerintah Australia telah mengusir duta besar Iran setelah menuduh Teheran terlibat dalam serangan antisemit di Melbourne dan Sydney. Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menyatakan bahwa Organisasi Keamanan dan Intelijen Australia (ASIO) memiliki bukti intelijen yang kredibel tentang keterlibatan pemerintah Iran dalam serangan antisemit terhadap Sinagoge Adass Israel di Melbourne dan Lewis’ Continental Kitchen.
"ASIO menilai ada kemungkinan bahwa Iran juga merancang serangan lebih lanjut. Ini adalah tindakan agresi yang sangat serius dan berbahaya dari negara asing di wilayah Australia," ujar Albanese, sebagaimana dilaporkan oleh The Guardian.
Albanese menekankan bahwa tindakan pemerintah Iran bertujuan merusak kohesi sosial dan menciptakan perpecahan di antara masyarakat Australia, yang sama sekali tidak dapat diterima.
Sementara itu, Malaysia tetap menjadi pilihan utama bagi pekerja asal Bangladesh. Dalam dua tahun terakhir, hampir 450.000 pekerja dari Bangladesh memasuki negara ini. Menurut laporan media lokal Malaysia, New Straits Times, warga Bangladesh menduduki peringkat teratas, yaitu 37 persen dari total tenaga kerja asing dengan keterampilan rendah di Malaysia.
Menteri Dalam Negeri, Saifuddin Nasution, mengungkapkan bahwa pada tahun 2022, sebanyak 49.353 pekerja Bangladesh masuk ke Malaysia setelah negara tersebut membuka perbatasan akibat meredanya pandemi Covid-19. Angka tersebut meningkat menjadi 397.548 pada tahun 2023 berkat Rencana Relaksasi Perekrutan Pekerja Asing yang dirancang untuk mempercepat dan menyederhanakan proses perekrutan di sektor yang mengalami kekurangan tenaga kerja.
Di sisi lain, lebih dari 1.000 bangunan di Zeitoun dan Sabra, Gaza City, Jalur Gaza, telah hancur total sejak Israel melancarkan serangan pada 6 Agustus lalu. Pertahanan Sipil Palestina melaporkan bahwa ratusan orang masih terperangkap di bawah reruntuhan akibat serangan yang terus berlangsung. Terblokirnya akses jalan dan serangan yang bertubi-tubi menghambat operasi penyelamatan serta distribusi bantuan.
"Dalam situasi ini, kami sangat khawatir karena tim lapangan tidak mampu mengatasi intensitas serangan Israel yang terus berlangsung," demikian pernyataan resmi dari Pertahanan Sipil, seperti yang dilaporkan oleh Al Jazeera. Tidak ada tempat yang aman di Jalur Gaza, baik di utara maupun selatan, dan warga sipil tetap menjadi korban di rumah, tempat penampungan, serta kamp pengungsian.