Jambi, 25 Agustus 2025 — Penanganan laporan dugaan penyerobotan dan pengrusakan tanah yang melibatkan Budiharjo alias Acok menimbulkan tanda tanya besar. Meski telah dua kali mangkir dari panggilan resmi penyidik Polresta Jambi, hingga kini belum ada tindakan tegas yang diambil terhadap dirinya. Fakta ini menimbulkan kesan kuat bahwa aparat penegak hukum di Jambi lalai menegakkan aturan.

Laporan ini terdaftar dengan nomor LP/B/804/XII/2024/SPKT/POLRESTA JAMBI/POLDA JAMBI, dilayangkan oleh Pendi, pemilik lahan yang dirugikan akibat pembangunan tembok permanen dan pengrusakan tanah miliknya. Namun, hingga kini Budiharjo belum pernah memenuhi panggilan penyidik meskipun telah dipanggil secara sah dan patut.

Pendi dengan tegas menyuarakan kekecewaannya terhadap Polresta Jambi. “Dalam SP2HP yang saya terima, Budiharjo sudah dua kali tidak hadir tanpa alasan. Harusnya sudah bisa dijemput paksa, tapi faktanya tidak ada tindakan. Ini seperti ada pembiaran,” ujarnya.

Padahal, KUHAP Pasal 112 ayat (2) jelas mengatur bahwa apabila seorang saksi atau tersangka yang dipanggil tidak hadir tanpa alasan yang sah, penyidik berhak melakukan pemanggilan dengan perintah membawa (jemput paksa). Dengan dua kali mangkir tanpa alasan resmi maupun surat keterangan, seharusnya Polresta Jambi tidak lagi punya alasan untuk menunda tindakan paksa.

Ironisnya, Budiharjo justru selalu hadir dalam sidang perdata di Pengadilan Negeri Jambi, meskipun sudah diwakili kuasa hukumnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa ia patuh di ranah perdata, tetapi berani mengabaikan proses pidana? “Kalau bisa hadir di pengadilan perdata, artinya sehat. Lalu kenapa panggilan polisi selalu mangkir? Ini jelas ada yang tidak beres,” tegas Pendi.

Kekecewaan publik semakin kuat ketika sejumlah pemerhati hukum di Jambi ikut bersuara. Mereka menilai, sikap lamban aparat bukan hanya melemahkan wibawa kepolisian, tetapi juga mencederai rasa keadilan masyarakat. “Pertanyaan publik sederhana: ada apa dengan Kasat Reskrim Polresta Jambi? Kenapa dua kali mangkir tidak ada tindakan? Budiharjo tidak kooperatif, tidak menghormati, dan tidak menghargai Polresta Jambi. Sikap Budiharjo jelas-jelas menunjukkan pelecehan terhadap institusi kepolisian. Jika seorang terlapor bisa dengan mudah meremehkan panggilan penyidik tanpa tindakan tegas, maka apa artinya kewibawaan kepolisian?” ujar salah satu praktisi hukum di Jambi.

Lebih jauh, publik menilai bahwa Kasat Reskrim Polresta Jambi gagal menunjukkan kepemimpinan dan ketegasan. Diamnya aparat dalam menghadapi mangkirnya Budiharjo hanya mempertebal dugaan adanya perlakuan istimewa. Jika Polresta Jambi tidak segera bertindak sesuai aturan, maka yang dipertaruhkan bukan hanya satu kasus, melainkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian itu sendiri.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Polresta Jambi belum memberikan keterangan resmi terkait langkah apa yang akan ditempuh terhadap Budiharjo. Namun satu hal jelas: jika penegakan hukum tidak dijalankan dengan konsisten, kepercayaan masyarakat terhadap aparat akan semakin luntur, dan hukum seolah bisa dipermainkan oleh mereka yang berani melawan. (*)