“Rumah Ibadah Dirusak, Anak-anak Trauma, Negara Di Mana?”
APA yang terjadi di Padang baru-baru ini yaitu penyerbuan tempat ibadah, intimidasi kepada jemaat, hingga anak-anak yang menjadi korban psikologis bukanlah insiden tunggal. Ini bagian dari pola terstruktur intoleransi di Indonesia yang terus dibiarkan oleh negara.
Aksi kekerasan berbasis mayoritas kultural-agama telah mengakar dan terus merampas rasa aman umat minoritas. GMKI Cabang Jambi mengecam keras kekerasan ini sebagai bentuk penghinaan terhadap konstitusi, terhadap kemanusiaan, dan terhadap nilai-nilai Indonesia yang seharusnya menjunjung Bhinneka Tunggal Ika.
Berikut ini sebagian dari rekam kekerasan intoleransi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir: Ciketing, Bekasi (2010): Gereja HKBP diserang saat ibadah; seorang penatua ditikam, pendeta dipukul. Yogyakarta (2018): Gereja Santa Lidwina diserang oleh pelaku bersenjata tajam saat misa pagi.
Lampung (2020): Jemaat HKBP dicegat dan dilarang ibadah di rumah pribadi. Cianjur (2022): Pelarangan pendirian gereja yang sah karena tekanan ormas. Batu Merah, Ambon (2023): Warga dikepung saat doa syukur berlangsung, karena dianggap mengganggu mayoritas.
Cidahu (2025): Retret pelajar Kristen di Cidahu, Sukabumi, dibubarkan paksa oleh warga, salib dirusak, Gedung di rusak. Padang (2025): Rumah ibadah umat Kristen dirusak, anak-anak menangis ketakutan, beberapa mengalami trauma.
Pernyataan Sekretaris Fungsi Masyarakat GMKI Cabang Jambi: Alfredo Jonathan Silitonga
Kami tidak akan diam melihat rumah-rumah ibadah diserbu, anak-anak menangis ketakutan, dan negara terus berdiri di balik garis netralitas palsu. Ini bukan hanya pelanggaran hak ibadah ini pelanggaran kemanusiaan.