Jakarta — Aturan co-payment asuransi kesehatan ditunda berdasarkan kesepakatan yang dibuat antara Komisi XI DPR dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan begitu, nasabah asuransi batal menanggung 10 persen biaya perawatan untuk sementara.
DPR dan OJK sepakat menunda penerapan skema co-payment (pembagian risiko) asuransi kesehatan hingga diatur dalam Peraturan OJK (POJK).
Diketahui, saat ini skema co-payment di mana peserta menanggung minimal 10 persen dari klaim baru diatur dalam Surat Edaran (SE) OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan.
“Dalam rangka penyusunan POJK sebagaimana dimaksud dalam poin 2, OJK menunda pelaksanaan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan sampai diberlakukannya POJK,” kata Ketua Komisi XI Misbakhun dalam rapat kerja dengan OJK, Senin (30/6).
Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan pihaknya setuju dengan keputusan tersebut.
Ia mengatakan pihaknya setuju jika penundaan bertujuan untuk meningkatkan efektivitas aturan yang berlaku sehingga ekosistem asuransi kesehatan dapat diperkuat secara menyeluruh.
“Pemahaman kami dari draft kesimpulan itu adalah bahwa Komisi XI ingin hal itu benar-benar berjalan sehingga diperlukan peningkatan peraturan. Jika pemahaman demikian, kami dapat memahami dan menyetujui,” katanya.
Kendati demikian, Mahendra mengatakan penguatan industri kesehatan termasuk dengan skema co-payment harus dilakukan segera mungkin. Pasalnya, Indonesia yang sedang mengalami bonus demografi pelan-pelan akan menuju aging society alias proporsi penduduk lanjut usia (lansia) meningkat.