“Proses pembahasan tidak memenuhi prinsip partisipasi publik sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Akses terhadap informasi dan dokumen resmi sangat terbatas. Bahkan, kami mengetahui masuknya revisi UU BUMN ke dalam Prolegnas 2025 bukan dari situs resmi DPR, melainkan dari situs pihak ketiga yang tidak terverifikasi. Ini menimbulkan keraguan atas keabsahan proses legislasi tersebut,” kata Yoga.
Dia menuturkan berbagai upaya telah dilakukan untuk mengakses dokumen penting seperti Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), Naskah Akademik, dan Rancangan UU, baik melalui situs DPR RI, Kementerian BUMN, maupun kanal informasi lainnya, namun semuanya tidak tersedia untuk publik.
“Padahal, nilai valuasi total BUMN mencapai Rp16 ribu triliun. Dengan besarnya nilai tersebut, semestinya penyusunan UU dilakukan secara terbuka, akuntabel, dan partisipatif,” tegas Yoga.
Sementara itu, Kuasa Hukum dari Lokataru dan LKBHMI Jakbar, Haikal Virzuni, menjelaskan permohonan uji formil ini didasarkan pada sejumlah dalil yang menguatkan klaim bahwa pembentukan UU BUMN melanggar prosedur hukum dan prinsip konstitusional.
Dalil pertama menyatakan tidak ada partisipasi publik yang bermakna dalam proses pembentukan undang-undang tersebut. Para pemohon, kata dia, tidak pernah dilibatkan atau diundang untuk memberikan masukan, dan seluruh proses berlangsung tertutup serta tidak transparan.
Dalil kedua menunjukkan proses pembentukan UU BUMN tidak sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Haikal menjelaskan UU BUMN dianggap telah melanggar asas kejelasan tujuan karena tidak ada narasi yang jelas mengenai urgensi pembentukan Danantara.