Menurutnya, kecerdasan emosional sangat menentukan kualitas kehidupan sosial seseorang. Dia mencontohkan saat bertemu orang yang pintar tapi tidak enak diajak bicara, orang ini tentu lebih menonjol dari segi IQ tapi EQ nya kurang.

“Kita pasti lebih nyaman ketemu orang yang hangat, yang bisa diajak tukar pikiran, orang yang EQ nya tinggi bukan?” ujarnya.

Dalam psikologi, kecerdasan emosional meliputi kemampuan mengenali dan mengelola emosi diri sendiri, empati terhadap orang lain, serta keterampilan membina hubungan. Caca menilai bahwa semua kemampuan ini harus mulai dipupuk sejak anak masih kecil. Orang tua pun jadi pembimbing utamanya.

“Saya ingin anak-anak saya jadi pribadi yang cerdas emosional, karena itu akan membuat mereka lebih mudah beradaptasi, lebih tangguh secara mental, dan lebih bijak dalam menyikapi berbagai situasi,” kata Caca.

Menariknya, Caca juga menyebut bahwa dalam proses pengasuhan, bukan hanya anak yang belajar dari orang tua. Sebagai orang tua, dia justru banyak belajar dari anak. Anak-anak ini mengajari orang tua untuk jadi lebih sabar, lebih terbuka, dan lebih fleksibel.

Pandangan ini sejalan dengan pendekatan psikologi humanistik yang menekankan hubungan dua arah dalam pengasuhan, bahwa anak bukan sekadar objek pendidikan, tapi juga subjek yang aktif dan punya suara.

“Kita yang harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan mereka, bukan memaksa mereka menyesuaikan dengan harapan kita,” ucap Caca.