“Saya bahkan tidak tahu apa arti larangan bepergian ini dan bagaimana ini akan berdampak ke orang-orang,” ujar dia.

Warga Afghanistan lain juga tak tahu pasti dampak langsung larangan itu bagi keluarganya yang masih berada di Afghanistan.

Dia merasa masa depan diri pun sudah tak menentu. Ia telah memenuhi syarat untuk masuk ke AS berdasarkan sejumlah kategori, setelah bekerja untuk AS selama perang.

Dia lalu datang ke AS melalui Program Fulbright dan visa SIV-nya disetujui setelah tiba. Kini, dia mengajukan permohonan kartu hijau, tetapi tak tahu statusnya sampai saat ini.

Ia berharap setelah memperoleh green card, istri dan putrinya dapat bergabung dengannya meskipun ada larangan bepergian. Ia belum bertemu putrinya sejak 2021 atau setelah lahir.

“Mereka memesankan tiket pesawat untuk saya pada 15 (Agustus 2021). Bayi perempuan saya lahir pada tanggal 19, dan saya belum melihatnya,” kata dia.

Pengecualian SIV dalam larangan perjalanan Trump memang tak bagus-bagus amat. Salah satu mantan pejabat Kementerian Luar Negeri AS membeberkan pengecualian itu tak sepenuhnya kabar baik.

“Masalah dengan pengecualian itu semacam orang yang tak bisa dipertanggungjawabkan, karena secara terpisah, di bawah naungan yang berbeda, pemerintah membubarkan Kantor Koordinator Upaya Relokasi Afghanistan,” kata pejabat itu, dikutip CNN, Minggu (8/6).

Dia lalu berujar, “Mereka akan menutup kantor itu paling lambat tanggal 1 Juli.”

Kemlu AS telah memberitahu Kongres dalam bahwa Kantor Koordinator Upaya Relokasi Afghanistan “akan dihilangkan dan fungsinya akan dialihkan ke Kantor Urusan Afghanistan.”