Jakarta — Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei (86), dilaporkan menyadari potensi ancaman pembunuhan dari Israel atau Amerika Serikat (AS). Dalam perang Iran-Israel, AS telah ikut menyerang dengan membombardir tiga situs nuklir Iran.

Menyikapi kemungkinan Ali Khamenei terbunuh, para pejabat negara itu mengungkapkan bahwa Ayatollah telah mengambil keputusan yang tidak biasa: menginstruksikan Majelis Ahli (Assembly of Experts), badan ulama yang bertanggung jawab menunjuk pemimpin tertinggi, untuk segera memilih penggantinya dari tiga nama yang telah ia berikan.

Biasanya, proses penunjukan pemimpin tertinggi baru dapat memakan waktu berbulan-bulan, dengan para ulama memilih dari daftar nama mereka sendiri. Namun, dalam situasi perang saat ini, para pejabat mengatakan bahwa Ayatollah ingin memastikan transisi yang cepat dan teratur demi melestarikan warisannya.

“Prioritas utama adalah kelanjutan negara (Iran),” kata Vali Nasr, pakar Iran dan profesor hubungan internasional di Universitas Johns Hopkins, seperti dilansir New York Times. “Semuanya kalkulatif dan pragmatis,” sambungnya.

Isu suksesi telah lama menjadi topik yang sangat sensitif dan rumit di Iran, jarang dibahas secara publik selain spekulasi dan rumor di kalangan politik dan agama.

Pemimpin tertinggi Iran memiliki kekuasaan yang sangat besar: ia adalah panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Iran, serta kepala yudikatif, legislatif, dan eksekutif. Ia juga seorang Vali Faqih, yang berarti penjaga paling senior dari kepercayaan Syiah.

Spekulasi Suksesi dan Pesan Publik Khamenei

Putra Ayatollah Khamenei, Mojtaba, yang juga seorang ulama dan dekat dengan Korps Garda Revolusi Islam, yang sebelumnya dirumorkan sebagai kandidat terdepan, tidak termasuk di antara kandidat yang disebutkan, kata para pejabat.

Mantan presiden konservatif Iran, Ibrahim Raisi, juga dianggap sebagai kandidat kuat sebelum ia tewas dalam kecelakaan helikopter pada tahun 2024.

Sejak perang dimulai, Ayatollah Khamenei telah menyampaikan dua pesan video rekaman kepada publik, dengan latar belakang tirai cokelat dan di samping bendera Iran. “Rakyat Iran akan berdiri melawan perang paksa,” katanya, bersumpah untuk tidak menyerah.

Dalam kondisi normal, Ayatollah Khamenei tinggal dan bekerja di kompleks yang sangat aman di pusat Teheran yang disebut “beit rahbari” atau rumah pemimpin dan ia jarang meninggalkan kediamannya, kecuali untuk acara-acara khusus seperti menyampaikan khotbah. Para pejabat senior dan komandan militer Iran datang kepadanya untuk pertemuan mingguan, dan pidato untuk publik dilakukan dari kompleks tersebut.

Perang Dua Front dan Kekhawatiran Infiltrasi