Sejumlah aktivis Greenpeace Indonesia dan empat pemuda Papua pun memprotes keberadaan tambang nikel di Raja Ampat. Protes mereka sampaikan saat Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno tengah pidato dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025, Jakarta, Selasa (3/6).

Mereka membentangkan sejumlah spanduk berisi penolakan terhadap pertambangan Nikel di Papua, khususnya di Raja Ampat.

Sejumlah spanduk itu antara lain bertuliskan, “Nickel Mines Destroy Lives” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining”. Selain spanduk, mereka turut menerbangkan banner bertuliskan “What’s the True Cost of Your Nickel?”.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun menemukan pelanggaran serius terhadap empat kegiatan pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat,

Temuan itu didapat selama proses pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH)/BPH) pada tanggal 26 hingga 31 Mei 2025.

Adapun empat perusahaan tambang nikel yang menjadi objek pengawasan KLH antara lain PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).

Sementara, Kementerian ESDM sebelumnya mengklaim tidak menemukan masalah berarti pada pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat.

Informasi disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarnousai bersama dengan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengunjungi kawasan pertambangan di daerah tersebut.

“Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini gak ada masalah,” tutur Tri dalam keterangan resmi Sabtu (7/6) seperti dikutip dari website Kementerian ESDM.