Ia mengatakan munculnya tokoh eksternal yang dianggap lebih layak menjadi ketum dibanding kader sendiri, seakan menunjukkan regenerasi internal partai yang kurang berjalan.
Verdy berpendapat salah satu faktor utama dalam intrik PPP ini ialah tidak lolosnya mereka untuk pertama kali ke parlemen di Pemilu 2024.
Ia mengatakan kasus itu bukan hanya menunjukkan kegagalan elektoral partai. Namun juga simbol dari kemunduran legitimasi politik partai.
“Dengan kehilangan kursi di parlemen menggambarkan ada otoritas simbolik dan pengaruh partai di panggung nasional yang melemah,” ucapnya.
Dalam situasi krisis seperti ini, alih-alih memunculkan kader internal sebagai simbol resilience partai politik. Namun yang bermunculan justru rumor tokoh eksternal digadang-gadang menjadi ketua umum.
Verdy menyampaikan munculnya wacana tokoh eksternal jelang Muktamar PPP ini bisa dibaca dari dua arah. Pertama, upaya rebranding organisasi dengan harapan tokoh eksternal dapat membawa basis baru, narasi baru, dan jaringan baru. Kedua ialah krisis kepercayaan terhadap kader internal.
Rawan Dualisme
Wacana tokoh eksternal juga rentan membawa PPP kembali terjebak dalam konflik dualisme kepemimpinan.
“Jika calon eksternal benar-benar dimajukan tanpa konsensus internal, bukan tidak mungkin muncul muktamar tandingan seperti era sebelumnya,” ujarnya.
Verdy mengatakan jika memang PPP ingin bertahan di kancah politik nasional, maka mereka harus memulainya dengan membangun ulang narasi, bukan sekadar mencari tokoh populer.