Direktur Eksekutif Center for Indonesian Governance and Development Policy, Cusdiawan menyampaikan apa yang tengah terjadi di PPP belakangan menunjukkan tingkat pelembagaan partai yang sangatlah lemah. Artinya, kelembagaan PPP masih lemah dalam mencetak dan mengorbitkan kader-kader berpengaruh dan memiliki reputasi yang luas dan mengakar di masyarakat. Padahal, dalam politik Indonesia, kehadiran figur atau tokoh menjadi daya tarik kuat bagi masyarakat dalam menentukan pilihan.
Cusdiawan juga menilai dari kelemahan itu pula lahir kegagalan besar PPP, yakni gagal masuk ke parlemen untuk pertama kalinya dalam sejarah. Menurutnya, momentum muktamar nanti, kelemahan internal yang seharusnya diperbaiki PPP, bukan malah merekrut sosok eksternal memimpin partai.Â
“Justru disikapi dengan wacana mengajak pihak eksternal untuk menjadi ketua umum berpotensi menghasilkan sesuatu yang kontra-produktif, yang justru bisa menajamkan faksionalisasi dan belum tentu bisa menyelesaikan persoalan partai,” ucap Cusdiawan.
Pelajaran Sandiaga Uno
Cusdiawan yang juga dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang itu mengatakan seharusnya PPP berkaca dari kasus Sandiaga Uno yang pindah dari Gerindra ke PPP jelang Pemilu 2024.
Pada saat itu, kehadiran Sandi di PPP diharapkan bisa menyelamatkan partai. Namun, pada faktanya hal itu juga gagal, PPP justru kian terpuruk dengan untuk pertama kalinya tidak lolos ke parlemen.
“Itu artinya, menarik orang luar untuk menjadi ketum pun bukanlah solusi yang ideal dan belum tentu bernilai strategis bagi keberlangsungan partai,” ujarnya.