Chrisna Harimurti pendamping hukum dari LBH Dharma Yudha menyebut Sumirah dan keluarga mengaku tak pernah melihat apalagi menerima uang Rp2,3 miliar sebagai pembayaran lahan sawah Almarhum Budiharjo. Ia juga mempertanyakan tanda bukti pembayaran berupa kuitansi yang diklaim YK hilang saat diperiksa polisi.

“Pertanyaan besar keluarga itu, kapan diberikan ke Pak Budiharjo, di rekening mana, kuitansi mana, buktinya mana gitu lho,” kata Chrisna saat dihubungi, Rabu (19/6).

Almarhum Budiharjo, kata Chrisna, juga tak pernah berniat menjual tanahnya, tapi termakan bujuk rayu tawaran tukar guling dari YK yang disinyalir merupakan akal-akalan belaka. Pasalnya, objek tanah yang dijanjikan akan ditukargulingkan dengan sawah Budiharjo nyatanya masih milik tetangga. Sedangkan YK mengaku sudah membelinya.

Sosok berinisial YK ini, kata Chrisna, juga diduga memanfaatkan kelemahan mendiang Budiharjo dan Sumirah yang tak bisa baca tulis. Setelah didalami, almarhum ketika proses pengurusan sertifikat keperluan tukar guling, tanpa sepengetahuannya telah meneken Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) untuk lahan sawah miliknya ketika 2014 lalu.

Mendiang Budiharjo dan Sumirah tanpa dampingan anak-anak mereka, diminta melakukan cap jempol pada dokumen yang tak dibacakan isinya.

“Ini persis kasus Mbah Tupon, pola-polanya mafia tanah begitu itu,” kata Chrisna saat dihubungi, Rabu (18/6) lalu.

Bersamaan dengan ini, Chrisna juga mengungkap soal gugatan secara perdata yang diajukan kliennya terhadap SAE dan YK ke Pengadilan Negeri Sleman untuk perkara ini. Kendati, gugatan ditolak dan sekarang masih berproses kasasi di MA.