Thomas mengatakan perubahan posisi Matahari menyebabkan pergeseran pemanasan bumi yang memengaruhi arah angin dan pergerakan awan.
“Setelah solstis utara, angin secara umum mulai bertiup dari selatan ke utara. Angin ini mendorong pembentukan awan ke arah utara, sehingga Indonesia secara umum mulai memasuki musim kemarau,” tuturnya.
Fenomena fenomena astronomi ini disebut memiliki peran penting bagi sektor pertanian, mitigasi bencana, dan prakiraan musim di di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Menurutnya, pemahaman pola astronomi seperti solstis dapat mengantisipasi peralihan musim secara lebih baik.
Lebih lanjut, Ia menyebut solstis utara dapat menjadi perhatian dalam bidang edukasi sains karena menampilkan contoh nyata dari keterkaitan antara astronomi dan kehidupan sehari-hari.
Thomas menekankan perlunya edukasi publik tentang fenomena-fenomena langit untuk meningkatkan literasi sains masyarakat.
Di Inggris, ada Stonehenge yang digunakan masyarakat dahulu untuk memantau posisi Matahari terkait dengan musim. Di Indonesia, bayangan stupa Borobudur juga digunakan masyarakat dahulu untuk memantau posisi Matahari terkait peralihan musim.
“Melalui pemahaman sains berbasis fenomena alam, kita bisa merancang kebijakan dan langkah adaptif yang lebih tepat sasaran bagi edukasi masyarakat,” pungkas Thomas.