“Ada yang pindah ke rokok murah, ada yang pindah ke tembakau iris (tingwe), ada yang pindah ke REL, dan diduga juga tidak sedikit yang lari ke rokok ilegal,” tegas Heri.
Menurut Heri, secara umum, perubahan harga sebetulnya tidak secara signifikan mengubah permintaan jumlah rokok. Namun, karena jenis rokok cukup banyak dan harganya sangat bervariasi dari yang mahal hingga yang murah, jadi elastisitasnya cukup tinggi.
“Artinya jika merek rokok tertentu harganya makin mahal, maka dimungkinkan akan mengubah permintaannya, dan beralih ke rokok yang relatif lebih murah. Hal ini juga cukup bergantung dengan pendapatan dan daya beli masyarakat,” jelasnya.
[Gambas:Photo CNN]
Solusi
Oleh sebab itu, Heri menyarankan agar pemerintah bisa membimbing para petani tembakau yang terdampak untuk tidak mengandalkan perusahaan dalam negeri saja. Bisa difasilitasi untuk beriontasi ekspor.
“Pemerintah harus memperbanyak kemitraan antara petani tembakau dengan industri rokok, atau bagaimana mencari peluang ekspor, hal itu perlu peran pemerintah,” kata Heri.
Sementara, Rendy menilai peran pemerintah sangat penting dalam menghadapi dampak ini, terutama terhadap petani.
“Menurut saya, disinilah posisi pemerintah menjadi krusial. Di satu sisi, pengendalian konsumsi rokok tetap harus menjadi prioritas, terutama untuk melindungi kelompok rentan seperti remaja dan masyarakat miskin,” kata Rendy.
Menurutnya, mulai saat ini pemerintah perlu memiliki roadmap transisi ekonomi yang terukur dan adil bagi wilayah-wilayah sentra tembakau.