Kedua, ia melihat ada pergeseran selera dari generasi muda kelas menengah. Mereka lebih memilih menggunakan rokok elektrik yang saat ini lebih mudah dibawa dan ‘lebih’ diterima di berbagai tempat.
Pergeseran itu juga membawa dampak ke kinerja industri rokok.
“Ada pergeseran selera dari generasi muda kelas menengah. Kelompok ini ‘prefer’ rokok elektrik. Sehingga rokok bermerek seperti GG mengalami dua tekanan, yakni penurunan permintaan dari konsumen tradisional dan tidak berkembangnya pasar baru di segmen anak muda,” terangnya.
Ketiga, kenaikan cukai yang terus menerus, terutama rokok bermerek. Kenaikan membuat harga rokok semakin terbang. Padahal di sisi lain, pendapatan konsumen lamanya tak naik secara signifikan.
“Sehingga rokok-rokok bermerek kalah bersaing di pasaran rokok nasional,” imbuhnya.
Keempat, kampanye antirokok yang berhasil. Meski perannya tak terlalu besar dalam menekan konsumsi rokok, namun tetap ada pengaruhnya terhadap berkurangnya konsumen rokok di Tanah Air.
“Kampanye antirokok dan hidup sehat diyakini berhasil membawa sebagian komunitas di dalam masyarakat untuk meninggalkan rokok, terutama komunitas-komunitas keolahragaan, literasi kesehatan dan keuangan, dan sejenisnya,” tuturnya.
Menurut Ronny, dampak penurunan industri rokok ini sangat dilematis. Di satu sisi baik karena masyarakat sadar akan kesehatan, namun di sisi lain ada petani yang harus menanggung karena sumber penghasilannya mulai hilang.
Di sinilah menurutnya peran pemerintah harus hadir. Peran harus mereka berikan bukan dengan insentif.