Jambi – Hutan adat menjadi simbol jantung identitas masyarakat batak. Bukan hanya sekadar hutan belaka, melainkan sumber hidup, ruang spiritual, dan warisan leluhur. Namun jantung itu telah lama dikerat dan dirusak atas nama investasi, atas nama “pembangunan” dan oleh sebuah korporasi yang telah merampas ruang hidup dan hak adat masyarakat yakni Perusahaan Toba Pulp Lestari (TPL).
Perjuangan masyarakat adat di kawasan danau toba hingga kini masih terus berlanjut, mulai dari seruan akan pembebasan tokoh adat Desa Sihaporas yang masih di tahan hingga pada seruan untuk menutup PT Toba Pulp Lestari yang tidak ada ujungnya. Permasalahan tersebut berangkat dari adanya konflik antara masyarakat adat yang terdampak akibat aktivitas PT Toba Pulp Lestari (TPL). Setidaknya terdapat 6 kabupaten/kota yang terdampak akibat aktivitas PT TPL di Kawasan Danau Toba Provinsi Sumatera Utara.
Untuk itu segala upaya telah di lakukan masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat, organisasi mahasiswa, pimpinan dan jemaat gereja untuk selalu menyerukan pemberhentian aktivitas PT TPL dengan slogan *#TolakdanTutupTPL.*
Sebagai organisasi mahasiswa kristen yang memiliki pelayanan oikumene dan pergerakan, tentu Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) tidak pernah menutup mata akan kondisi yang menimpa masyarakat adat di kawasan danau toba sumatera utara. Dengan semangat Tri Matra GMKI yang mengamanatkan untuk setia dalam 3 medan layan yakni: Gereja, Perguruan Tinggi dan Masyarakat, maka GMKI Cabang Jambi sangat menyayangkan jika aktivitas PT TPL masih tetap berlanjut.