“Umumnya penderitanya sering sekali menunda makan, minum, dan istirahat karena berharap pekerjaannya akan diselesaikan dulu. Akibatnya muncul gejala-gejala tambahan seperti muntah dan mencret. Kedua gejala ini yang disebut sebagai pembeda antara masuk angin biasa dan berat,” jelasnya.
Kemudian, jenis masuk angin yang terakhir adalah angin kasep. Kategori ini muncul akibat masuk angin yang ada dibiarkan dan terlambat diatasi. Gejala awalnya tidak diperhatikan sehingga sifatnya tampak mendadak dan membuat penderitanya dapat jatuh tersungkur dan merasa nyeri dada.
“Gejala yang tidak teratasi pada masyarakat awam dapat menyebabkan kematian,” tutur Atik.
Jenis pengobatan
Fenomena masuk angin ini disebut memiliki jenis pengobatan yang beragam pula.
Atik mencontohkan beberapa pengobatan yang dilakukan perorangan bisa berbeda. Dalam penelitiannya, ia menemukan salah satu kasus keluarga yang mengobati balitanya yang masuk angin dengan menggosokkan kotoran sapi di perut anak tersebut.
Contoh lainnya ada pada salah satu petani pemilik sapi yang meminum minuman ringan (soft drink) untuk mengobati masuk angin.
Namun, ada satu pengobatan yang bersifat komunal, yaitu kerokan yang bagi orang Jawa adalah pengobatan utama bagi masuk angin.
“Menggurat bagian-bagian tubuh dengan koin dan minyak gosok atau sejenisnya mampu menimbulkan rasa hangat,” katanya.
Pada metode ini, dunia medis disebut memiliki pandangan yang berbeda-beda. Ada anggapan bahwa kebiasaan ini dapat merusak kulit dan pembuluh darah, sedangkan di sisi lain kerokan dianggap efektif mengatasi masuk angin, utamanya bila dilakukan dengan tepat.