Alasan lainnya adalah ketersediaan lahan, terutama di perkotaan semakin terbatas. Sri menyebut dengan ukuran rumah yang semakin kecil, diharapkan masyarakat yang berpenghasilan rendah dapat membeli rumah yang lokasinya di dekat perkotaan.
Ia juga menegaskan untuk ukuran rumah subsidi tipe 21, 30, 36, dan lainnya akan tetap berlaku seperti aturan semula. Adanya penurunan batas minimal menjadi 18 meter persegi hanya sebagai pilihan tambahan bagi masyarakat.
“Toh ini juga kan pilihan nantinya. Pilihan itu artinya apa? Pada saat Kementerian PKP kemudian memberikan alternatif, beberapa opsi, karena opsi tipe yang lalu masih berlaku. Berarti nanti pengembang akan melihat demand-nya seperti apa. Kalau menarik, tentu pengembang juga akan membangun,” pungkasnya.
Aturan mengenai luas bangunan dan tanah rumah subsidi yang saat ini berlaku adalah Keputusan Menteri PUPR Nomor 995/KPTS/M/2021 tahun 2021 tentang Batasan Penghasilan Tertentu, Suku Bunga/Marjin Pembiayaan Bersubsidi, Masa Subsidi, Jangka Waktu Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah, Batasan Luas Tanah, Batasan Luas Lantai, Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak dan Satuan Rumah Susun Umum, dan Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka.
Dalam Kepmen tersebut diatur bahwa batas luas tanah untuk rumah tapak minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Sementara itu, luas rumah subsidi minimal 21 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi.
Khusus untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang ketersediaan lahannya terbatas dan cenderung mahal, tipe yang disediakan adalah 21/60.