Sebagai contoh, PSSI menggelontorkan dana Rp500 juta per tahun kepada Asprov. Ini untuk membantu Asprov menyelenggarakan sepak bola di daerahnya masing-masing.

“Dana miliaran buat Asprov saja itu mengalir terus, tidak dieksekusi. Asprov-nya dikasih miliaran, tetapi tidak bisa urus sepak bola yang di daerah.”

“Sekarang apa yang dibikin federasi untuk Asprov. Asprov mana yang bikin kompetisi usia dini? Itu kan tugas Askot, Askab,” kata mantan pemain South China dan Kitchee FC ini.

Dalam pandangan Rochy, tidak terlalu krusial apa isi perubahan Statuta PSSI 2025. Malahan, niat untuk menjalankan amanah dari statuta itu yang lebih penting ditegaskan.

“Mau sampai di kita [Statuta PSSI 2025] juga tidak akan dibikin sama Asprov. Mereka cuma baca, habis itu taruh lagi. Bikin [kegiatan] juga enggak,” ujar Rochy.

“Yang saya tahu sekarang, kalau Asprov bisa jalani semua apa yang ada di dalam statuta, dengan semua program ini jalan, tidak mungkin di Timnas kita cuma satu dua pemain lokal.”

Yang dimaksud dua pemain lokal adalah starter Timnas Indonesia, yakni Rizky Ridho dan Marselino Ferdinan. Kalau Asprov benar, menurut Rochy, pemain lokal akan tumbuh bagus.

“Saya tidak mau ribet dengan peraturan, tetapi orang semua bilang lihat hasil. Memang apa yang dibikin pak Erick sekarang di PSSI, berhasil atau tidak?” ucapnya sambil bertanya.

“Dalam kongres setiap tahun itu kan, ini program kita yang lalu, habis itu ini program yang mau kita bikin. Enggak mungkin Asprov enggak tahu, Askot enggak tahu, Askab enggak tahu,” kata Rochy.