Jakarta — Sudah jadi tradisi bahwa merayakan ulang tahun dilengkapi dengan kue dan lilin. Sebelum kue dipotong, terlebih dahulu yang berulang tahun meniup lilin. Rupanya tradisi ini diadopsi dari zaman Mesir kuno.
Meniup lilin di atas kue ulang tahun sambil mengucap harapan telah menjadi tradisi yang akrab dalam budaya Barat, termasuk di Indonesia.
Momen itu sering kali disertai kue berlapis krim lembut, isian vanila yang menggoda, dan hiasan warna-warni yang mencuri perhatian. Namun, tahukah Anda bahwa tradisi ini memiliki sejarah panjang dan makna mendalam?
Menghimpun informasi dari berbagai sumber, tradisi kue ulang tahun kemungkinan besar dimulai sejak Mesir Kuno. Kemudian tradisi diadopsi Bangsa Yunani dan memperkaya perayaan dengan menambahkan kue.
Mereka membuat kue berbentuk bulan sebagai penghormatan kepada Artemis, dewi bulan.Lilin-lilin dinyalakan di atas kue agar bersinar seperti rembulan malam, dan dianggap sebagai persembahan suci.
Hanya saja, kue pada masa itu sangat berbeda dari kue modern. Gula dianggap barang mewah, mahal dan sulit didapat. Hanya kalangan bangsawan yang mampu menyajikan kue dalam perayaan mereka.
Barulah saat Revolusi Industri terjadi, bahan-bahan seperti gula menjadi lebih mudah diakses. Hal ini memungkinkan masyarakat luas untuk membuat atau membeli kue ulang tahun.
Kue ulang tahun pun terus berevolusi. Dari sponge cake ala Victoria hingga kue coklat berlapis fondant yang megah, ragam kue terus berkembang mengikuti zaman.
Pada abad ke-17, penggunaan lapisan gula, isian berlapis, dan dekorasi mulai populer, tetapi tetap menjadi kemewahan kelas atas.