2. Jepang

Selama bertahun-tahun, Jepang menjadi contoh bagaimana pasar bisa mengabaikan tumpukan utang raksasa. Namun kini, situasinya mulai berubah.

Utang publik Jepang yang melebihi dua kali ukuran ekonominya merupakan yang terbesar di antara negara-negara maju.

Imbal hasil obligasi jangka panjangnya naik tajam ke rekor tertinggi pada Mei karena penjualan obligasi 20 tahun menghasilkan lelang terburuk sejak 2012, yang artinya investor kurang berminat membeli obligasi tersebut.

Biaya pinjaman jangka 30 tahun yang harus dibayar pemerintah Jepang juga telah melonjak 60 basis poin (0,6 persen) dalam tiga bulan terakhir, bahkan lebih cepat dibandingkan di AS.

Penyebabnya adalah menurunnya permintaan terhadap obligasi jangka panjang dari pembeli utama seperti perusahaan asuransi jiwa dan dana pensiun. Pada saat yang sama, kepemilikan obligasi oleh Bank of Japan (yang memegang sekitar setengah pasar) juga menurun untuk pertama kalinya dalam 16 tahun.

Perdana Menteri Shigeru Ishiba juga menghadapi tekanan untuk belanja besar dan pemotongan pajak. Para pembuat kebijakan tengah mempertimbangkan pengurangan penjualan obligasi jangka sangat panjang, yang untuk sementara menenangkan pasar.

Namun, hasil lelang yang lemah minggu lalu menunjukkan masalahnya bisa lebih dalam.

“Lelang yang lemah di Jepang adalah gejala dari sesuatu yang terjadi di bawah permukaan,” ujar Kepala Strategi Pasar Nordea Jan von Gerich.

Inggris

Inggris yang utangnya hampir setara dengan 100 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), tetap rentan terhadap aksi jual obligasi secara global, meskipun pemerintah menekankan pentingnya disiplin fiskal.