Jakarta — Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) mengendus kejanggalan di balik pengadaan laptop Kementerian Pendidikan tahun 2020-2022 dengan nilai anggaran mencapai Rp9,9 triliun.

Almas Sjafrina dari ICW mengatakan pengadaan laptop berikut sejumlah perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) lainnya bukan kebutuhan prioritas pelayanan pendidikan di tengah pandemi Covid-19.

Dia menyatakan penggunaan anggaran yang satu di antaranya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik menyalahi Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik.

Almas bilang penggunaan DAK seharusnya diusulkan dari bawah (bottom-up), bukan tiba-tiba diusulkan dan menjadi program kementerian.





“Pencairan DAK juga harus melampirkan daftar sekolah penerima bantuan, sedangkan saat itu tak jelas bagaimana dan kepada sekolah mana laptop akan didistribusikan,” ujar Almas melalui siaran persnya dikutip Jumat (6/6).

Almas menambahkan rencana penganggaran tidak tersedia dalam aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP). Alhasil, informasi pengadaan yang direncanakan dilakukan dengan metode pemilihan penyedia e-purchasing tidak banyak publik ketahui.

Dasar penentuan spesifikasi laptop harus memiliki OS chromebook tidak sesuai dengan kondisi Indonesia, khususnya daerah 3 T (tertinggal, terdepan, terluar) yang menjadi salah satu target distribusi laptop.

Pasalnya, terang Almas, laptop chromebook akan berfungsi optimal jika tersambung dengan internet. Sedangkan infrastruktur jaringan internet di Indonesia belum merata. Terlebih lagi sudah ada uji coba penggunaan laptop chromebook pada 2019 yang menghasilkan kesimpulan bahwa laptop chromebook tidak efisien.