Jakarta — Dosen Ilmu Politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat menyebut terdakwa kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Hasto Kristiyanto dua kali menolak tawaran menjadi menteri di era Joko Widodo (Jokowi).

Hal itu disampaikan Cecep saat dihadirkan sebagai saksi meringankan dalam perkara Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (20/6).

“Saudara saksi, pernah enggak saudara Hasto menyampaikan ingin menjadi menteri atau ingin menjadi pejabat atau tidak dan alasannya kenapa tidak mau menjadi pejabat negara?” tanya penasihat hukum Hasto, Ronny Talapessy.

Cecep mengaku mengetahui Hasto sempat ditawari dua kali sebagai menteri di era pemerintahan Jokowi. Namun, kata dia, tawaran tersebut ditolak.





Cecep dan Hasto mempunyai hubungan pertemanan karena sama-sama mengenyam pendidikan di Universitas Pertahanan.

“Sependek ingatan saya dan juga bisa lihat di media, itu di 2014 pak Hasto ditawari Mensesneg dan 2019 ditawari Menkominfo tapi tidak diterima,” tutur dia.

Kata Cecep, Hasto menolak karena masih ingin tetap menjadi pengurus partai. Sebab, kehormatannya setingkat dengan pejabat negara.Selain itu, lanjut Cecep, partai juga berperan penting untuk melahirkan kepala daerah maupun pejabat negara yang hebat.

“Pak Hasto lebih memilih untuk mengurus partai. Jadi, kalau pandangan saya ya, menurut hemat saya menjadi pengurus partai itu sama terhormatnya jadi pejabat negara, jadi menteri, kepala daerah, wakil kepala daerah dan seterusnya. Itu sama hormatnya dalam pandangan beliau,” kata Cecep.

Sebelum ini, tim penasihat hukum Hasto menghadirkan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2008 Maruarar Siahaan sebagai ahli dalam persidangan Kamis (19/6).

Dalam sidang itu, Maruarar menekankan pentingnya legalitas alat bukti dalam proses penegakan hukum.

Dia menganalogikan alat bukti yang diperoleh secara tidak sah layaknya “pohon beracun” yang dapat mencemari seluruh proses peradilan.

“Satu alat bukti yang diperoleh tidak sah, yang melanggar aturan, itu tidak boleh dipergunakan, exclusionary, tidak boleh dipakai. Kalau dipakai, itulah yang menjadi buah pohon beracun,” kata Maruarar.

Hasto didakwa terlibat dalam kasus dugaan suap terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk kepentingan pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku. Hasto diduga mengeluarkan sebagian uang suap sejumlah Rp400 juta.

Jaksa juga meyakini Hasto telah merintangi penyidikan perkara Harun Masiku. Hasto disebut memerintahkan anak buahnya untuk menghilangkan barang bukti termasuk handphone dan meminta Harun Masiku melarikan diri (hingga saat ini belum diketahui keberadaannya).

Sejumlah saksi sudah diperiksa dalam persidangan ini. Di antaranya Penyidik KPK Rossa Purbo Bekti, Penyelidik KPK Arif Budi Raharjo, serta saksi dari internal PDIP dan KPU RI.

Sementara ahli yang sudah memberikan keterangan di dalam sidang di antaranya Ahli Sistem Teknologi dan Informasi dari Universitas Indonesia (UI) Bob Hardian Syahbuddin dan Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI Frans Asisi Datang.

(ryn/ugo)