Jakarta — Politikus Partai Demokratik Lee Jae Myung menjadi sorotan usai menang dalam pemilihan presiden Korea Selatan pada Selasa (3/6) buntut drama darurat militer.

Lee sukses mengantongi 49,92 persen suara dan lawannya dari partai Kekuatan Rakyat (People Power Part/PPP) Kim Moon So yang meraup 41.3 persen suara.

Selama kampanye di pilpres kali ini, pengamanan Lee tampak terlihat lebih ketat. Dia dan tim berkampanye di balik kaca anti peluru, mengenakan rompi anti peluru, hingga dikelilingi agen yang membawa tas balistik.

Cara kampanye Lee yang seperti itu bukan tanpa sebab. Dia pernah nyaris dibunuh pada Januari 2024 lalu.

Saat itu, Lee menggelar konferensi pers setelah meninjau lokasi pembangunan bandara di Busan. Lalu, tiba-tiba seseorang mendekati dia dengan berpura-pura meminta tanda tangan.

Laki-laki yang saat itu berusia 67 tahun itu lalu menikam bagian leher Lee. Imbas insiden ini, dia harus menjalani operasi besar karena cedera vena jugularis.

Pelaku bernama Kim Jin Sung. Saat beraksi, Kim mengenakan mahkota kertas bertuliskan “Saya Lee Jae Myung” sambil diam-diam membawa pisau sepanjang 18 cm yang dibelinya secara daring. Setelah menusuk leher Lee, Kim langsung ditangkap di tempat kejadian.

Dalam penyelidikan, Kim mengaku bahwa motifnya adalah untuk mencegah Lee menjadi presiden Korsel. Saat itu, nama Lee memang tengah naik daun dan digadang-gadang menjadi calon kuat presiden.

Kim menyatakan ketidakpuasan terhadap dugaan korupsi yang melibatkan Lee dan merasa bahwa otoritas tidak memberikan hukuman yang memadai.