Jakarta — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan asuransi kesehatan menerapkan pembagian risiko (co-payment) di mana pemegang polis, tertanggung, atau peserta paling sedikit menanggung sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim.
Kewajiban itu dituangkan dalam Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan yang diteken Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono pada 19 Mei lalu.
Lewat keterangan resmi di situsnya, OJK mengatakan tujuan pengaturan co-payment adalah mencegah moral hazard dan mengurangi penggunaan layanan kesehatan oleh peserta secara berlebihan (overutilitas).
“Diharapkan pemegang polis, tertanggung atau peserta menjadi lebih bijaksana dan prudent dalam menggunakan asuransi kesehatan. Dengan adanya co-payment ini juga diharapkan premi menjadi lebih ekonomis,” kata OJK, dikutip Kamis (5/6).
OJK mengatakan pemberlakuan co-payment ini berlaku baik untuk produk individu maupun kumpulan.
Dalam SEOJK itu diatur co-payment yang ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung atau peserta paling sedikit sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim dengan batas maksimum sebesar Rp300 ribu untuk rawat jalan dan Rp3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim.
“Dalam hal Produk Asuransi Kesehatan diberlakukan koordinasi manfaat antar penyelenggara jaminan, nilai pembagian risiko (co-payment) paling sedikit sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim sebagaimana dimaksud pada angka 3 dihitung dari total pengajuan klaim yang menjadi kewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, atau Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi,” bunyi SEOJK tersebut.