Tambang nikel ancam alam Raja Ampat

Bupati Raja Ampat Orideko Burdam mengeluhkan kewenangan pemberian dan pemberhentian izin tambang nikel dari Jakarta, sehingga pemerintah daerah kesulitan memberikan intervensi terhadap tambang yang diduga merusak dan mencemari hutan dan ekosistem yang ada.

“97 persen Raja Ampat adalah daerah konservasi, sehingga ketika terjadi persoalan pencemaran lingkungan oleh aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa, karena kewenangan kami terbatas,” ujarnya di Sorong, Sabtu (31/5).

Pemerintah Kabupaten Raja Ampat berharap dengan meninjau kembali pembatasan kewenangan pengelolaan hutan, pemerintah pusat dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat lokal untuk lebih terlibat dalam pengelolaan hutan dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

“Hutan ini tidak hanya berfungsi sebagai penyangga kehidupan masyarakat lokal, tetapi juga sebagai habitat bagi berbagai spesies endemik dan langka,” ucapnya.

Dia menilai bahwa ketika kewenangan itu hanya datangnya Jakarta, maka pemerintah dan masyarakat Raja Ampat hanya sebagai penonton atas kekayaan alam yang ada.

“Yang menjadi pertanyaan adalah adanya Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) itu untuk apa. Saya pikir Otsus hadir untuk memberikan keleluasaan bagi kami mengelola dan memanfaatkan potensi yang ada tanpa intervensi pihak lain,” ucapnya.

Sementara itu Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Raja Ampat melakukan investigasi di Pulau Mayifun dan Batang Pele melalui penjaringan aspirasi masyarakat setempat terkait dengan dugaan aktivitas tambang nikel yang merusak ekosistem alam di wilayah itu.