Jakarta — Para peneliti baru-baru ini berhasil merekonstruksi wajah wanita dari zaman prasejarah lewat DNA kuno. Bagaimana hasilnya?

Menurut para peneliti dalam sebuah studi terbaru, wanita tersebut hidup sekitar 10.500 tahun yang lalu di daerah yang sekarang dikenal sebagai Belgia.

Tim yang dipimpin oleh para ilmuwan dari Universitas Ghent menemukan bahwa wanita tersebut memiliki mata biru dan kulit yang sedikit lebih terang daripada kebanyakan orang lain dari periode Mesolitikum di Eropa Barat yang telah dianalisa hingga saat ini.

Isabelle De Groote, arkeolog di Universitas Ghent yang memimpin proyek penelitian Mesolitik Belgia, mengatakan bahwa wanita tersebut berasal dari kelompok populasi yang sama dengan Manusia Cheddar. Pqda periode tersebut, kelompok ini tinggal di daerah yang sekarang disebut Inggris Raya, tetapi memiliki kulit yang lebih terang.





Temuan terbaru ini menantang asumsi sebelumnya bahwa para pemburu dan pengumpul di Eropa memiliki susunan genetik yang sama, dan menunjukkan bahwa sudah ada variasi warna kulit yang cukup besar di antara populasi yang berbeda.

“Dari tengkorak itu kami juga dapat mengetahui bahwa ia berusia antara 35 dan 60 tahun,” kata De Groote pada Rabu (18/6), dikutip dari CNN.

“Dia juga memiliki hidung dengan batang hidung yang tinggi, yang mirip dengan Cheddar Man. Dia juga memiliki alis yang kuat meskipun dia adalah seorang perempuan,” tambah De Groote.

De Groote menjelaskan sisa-sisa jasad wanita tersebut ditemukan di gua Margaux di Dinant selama penggalian arkeologi pada tahun 1988-1989 bersama dengan jasad delapan wanita lainnya.

Rekonstruksi

Philippe Crombé, seorang arkeolog di universitas yang menjadi bagian dari tim penelitian, mengatakan bahwa warna kulit wanita purba tersebut “sedikit mengejutkan,” tetapi ada kelompok orang Mesolitikum yang terbatas yang dapat digunakan sebagai pembanding.

“Semua individu yang sejauh ini dianalisis pada DNA kuno di Eropa Barat berasal dari kelompok genetik yang sama,” katanya.

“Jadi ini sedikit mengejutkan, tapi di sisi lain, diharapkan bahwa di wilayah Eropa Barat yang luas ada beberapa variabilitas, seperti yang ada saat ini,” lanjutnya.

Crombé menyebut tidak ada cara untuk melakukan penelitian terhadap DNA purba ketika sisa-sisa jasad tersebut ditemukan.

“Teknik-teknik telah berkembang sejak penggalian,” katanya, seraya menambahkan bahwa proyek interdisipliner ini merupakan “analisis ulang terhadap penggalian-penggalian lama dengan menggunakan metode-metode mutakhir.”

Crombé merinci bagaimana kualitas DNA yang cukup baik diambil dari tengkorak wanita tersebut, sehingga memungkinkan terciptanya “rekonstruksi yang sangat rinci.”

Warna kulit, warna rambut, dan warna matanya semuanya didasarkan pada DNA kuno, sementara elemen lain seperti perhiasan dan tatonya didasarkan pada data arkeologi yang diperoleh dari penggalian lain di lembah Sungai Meuse, yang juga memungkinkan mereka untuk membangun gambaran kehidupan sehari-harinya.

Pada salah satu penggalian di bekas perkemahan di tepi sungai, para ilmuwan menemukan peralatan batu, tulang-belulang dari hewan buruan dan sisa-sisa ikan. Menurut Crombé, ini memberikan bukti bahwa orang-orang tersebut hidup berpindah-pindah.