Selain Aceh, ada pula Papua dan Yogyakarta yang memiliki bendera dengan lambang keraton dan biasanya dikibarkan untuk seremonial. Umumnya, bendera-bendera di daerah merupakan bendera adat, salah satunya Bali.

“Tidak ada [aturan daerah dilarang memiliki bendera]. Terbukti ketika peringatan hari ulang tahun daerah, masing-masing daerah arak-arakan membawa berbagai atribut termasuk bendera lambang daerahnya,” kata Ni’matul saat dihubungi, Kamis (19/6).

Sementara dalam UU Nomor 24 Tahun 2009, Pasal 24 ayat 1 melarang tegas pengibaran bendera di luar Merah Putih sebagai bendera kebangsaan. Meski begitu, UU tak melarang pengibaran bendera lain jika tidak dimaksudkan sebagai bendera kebangsaan, seperti bendera ormas atau partai politik.

“Pengibaran bendera sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh ditempatkan sejajar, lebih tinggi, atau lebih menonjol dari Bendera Negara,” demikian bunyi Pasal 24 ayat 3.

Ni’matul menambahkan, pengibaran bendera Aceh hingga saat ini dipertentangkan, terutama oleh pemerintah pusat, karena menyerupai bendera separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Namun, kata dia, Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pernah mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua.

“Alasan Presiden Gus Dur, bendera Bintang Kejora itu simbol budaya masyarakat Papua, asalkan di sampingnya tetap dikibarkan bendera Merah Putih,” katanya.

Gubernur Aceh Muzakir Manaf sementara itu menyatakan bendera Aceh yang masuk dalam sebagai satu butir nota kesepahaman (MoU) Helsinki yang ditandatangani 15 Agustus 2005 silam dapat segera diizinkan untuk berkibar.