“Saya tidak mau mendengar ada kejadian atau peristiwa di atas jam 9 menimpa anak pelajar SMA di Jawa Barat. Kalau ini terjadi, Kepala Dinasnya mundur,” tegas Dedi melalui akun Instagram @dedimulyadi71 (29/5).
Dedi meminta Dinas Pendidikan Provinsi Jabar untuk berkoordinasi dengan satuan pendidikan menengah dan pendidikan khusus, hingga Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama setempat.
Razia pelajar di malam hari pun digencarkan. Polres Cianjur telah mencatat 11 pelajar terjaring razia jam malam beberapa waktu lalu. Razia dilakukan di pusat keramaian, jalanan umum, hingga kafe yang biasa dijadikan tempat nongkrong pelajar.
“Razia dilakukan setiap malam tidak hanya menyasar pelajar yang masih berkeliaran di tempat umum atau pinggir jalan juga menyasar anak usia sekolah yang nongkrong di kafe di atas pukul 21.00 WIB,” kata Kapolres Cianjur AKBP Roan Yonky Dilatha mengutip Antara, Kamis (29/5).
Dibalik respon positif dari kebijakan ini, Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) menolak gagasan ini karena menganggap hal ini dapat membatasi ruang ekspresi dan kreativitas anak.
“Iya sangat keberatan. Jadi nilai edukasinya dimana, itu kan anak sudah sekolah dari pagi sampai sore, terus malam enggak boleh main, keliru dong,” ujar Ketua Fortusis Jawa Barat Dwi Subianto, Selasa (27/5) dikutip DetikJabar.
Meski demikian, Pemprov Jawa Barat tetap menegaskan peraturan ini sebagai perlindungan dari anak. Aktivitas malam pelajar tidak sepenuhnya dibatasi, asal di bawah pengawasan orang tua atau wali.
Larang perpisahan dan wisuda
Sejumlah kebijakan lain yang mewarnai 100 hari kepemimpinan Dedi Mulyadi yakni larangan pelaksanaan acara perpisahan dan wisuda yang melibatkan pungutan biaya dari siswa yang tertuang Dalam Surat Edaran Nomor 6685/PW.01/SEKRE. Disdik Jabar meminta agar kegiatan tersebut digelar secara sederhana di lingkungan sekolah, tanpa melibatkan kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan sebagai panitia.